PT HM Sampoerna baru saja memecat 4.900 karyawan rokok kereteknya.
Alasan perusahaan, pemecatan dilakukan akibat dua pabrik tersebut
mengalami kerugian karena tidak lakunya rokok Keretek.
Namun
demikian, Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics
and Finance (Indef), Enny Sri Hartati mengatakan pemecatan ini justru
terjadi karena kesalahan pemerintah. Penerapan cukai yang tidak fair
membuat industri rokok tangan mengalami kerugian.
"Sistem cukai
sekarang tidak ada perbedaan dengan Keretek tangan dengan industri.
Pertimbangan mesin seharusnya lebih tinggi. Mesin itu satu menit bisa
menghasilkan 8.000 batang," ucap Enny di Jakarta, Selasa (20/5).
Selain
itu, penutupan dua pabrik di Jawa Timur tersebut juga terjadi kerena
kenaikan UMP cukup tinggi. Akibatnya, biaya operasional perusahaan
menjadi semakin tinggi, sedangkan, pendapatan terus berkurang.
"Tuntutan kenaikan UMP dan sebagainya, makanya perusahaan rokok lebih pilih konversi ke mesin," tegasnya.
Menurut
Enny, jika pemerintah memperhatikan nasib buruh ini, seharusnya cukai
rokok SKT sama SKM harus dibedakan. Cukai rokok mesin harusnya jauh
lebih tinggi daripada rokok Keretek buatan tangan manusia.
"Mestinya
SKM dinaikkan jadi ada trade off. Sebenarnya cukai bisa tidak hanya
rokok. Indonesia punya banyak komoditas dan objek cukai," tutupnya.
Sebelumnya,
pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian
Keuangan menilai penutupan pabrik rokok memang akibat adanya tren
penurunan konsumsi masyarakat pada produk keretek.
Masyarakat saat ini dinilai lebih peduli akan kesehatan dan mengalihkan konsumsinya menjadi rokok berfilter.
Sumber : Yahoo