Selasa, 20 Mei 2014

Utang luar negeri membengkak, 'hadiah' buat pemerintahan baru

Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN), Raden Pardede menyatakan, peningkatan utang luar negeri Indonesia tidak berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Dampaknya, Debt Service Ratio (DSR) menurun sejalan dengan tidak meningkatnya pertumbuhan pendapatan.
Dari data Bank Indonesia (BI), utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Maret 2014 mencapai USD 276,5 miliar atau setara Rp 3.156,8 triliun. Utang luar negeri swasta tumbuh 8,7 persen dibandingkan dengan posisi Maret 2013. Posisi ULN tersebut terdiri dari ULN sektor publik sebesar USD 130,5 miliar dan ULN sektor swasta USD 146,0 miliar.
"Nah, kalau utang besaran nominalnya naik sementara pertumbuhan pendapatan menurun otomatis DSR-nya naik. Itu sudah otomatis," ucap Pardede di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Selasa (20/5).
Dia mengingatkan, rasio utang yang terus menerus meningkat membuat kondisi semakin rentan. Hal ini akan berdampak berkurangnya kepercayaan akan kemampuan untuk membayar utang luar negeri.
Tak hanya itu, uang luar negeri yang meningkat menyebabkan defisit pada transaksi berjalan (current account) dan rasio permodalan atau CAR semakin tinggi. Sehingga mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Meningkatnya utang luar negeri diyakini menjadi beban untuk pemerintahan yang baru. Pemerintahan mendatang harus membenahi kinerja ekspor impor sebagai bagian dari upaya menggenjot pendapatan sekaligus memangkas defisit transaksi berjalan. "Impor ekspor harus dibenerin," ucapnya

Sumber : Merdeka.com