Poltak Hotradero, Kepala Divisi Manajemen Informasi dan Pengembangan Emiten BEI mengatakan, angka perkiraan tersebut diperoleh setelah berdiskusi dengan Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI). Namun, itu hanya bisa terwujud jika pemerintah pusat dan pemerintah daerah kompak memangkas pajak penghasilan (PPh) final dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
"Pemerintah sudah berinisitif memangkas PPh final dari 5 persen menjadi 0,5 persen. Masih ada komponen pajak lain yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Ini yang sedang dibujuk (untuk diturunkan) lewat kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian," jelas Poltak kepada CNNIndonesia.com, Senin (20/6).
Menurut Poltak, tingginya tarif pajak properti di Indonesia membuat banyak pengusaha properti nasional yang justru memilih untuk menerbitkan DIRE di luar negeri. Singapura tercatat sebagai salah satu negara tempat penerbitan DIRE milik perusahaan properti Indoneisa yang cukup besar.
Salah satunya, kata Edy, Grup Lippo yang tercatat telah meraup dana sekitar Rp30 triliun melalui penerbitan DIRE di Singapura.
Menurutnya, cukup banyak pula pengembang properti yang sudah menyatakan minat untuk menerbitkan efek yang lebih dikenal dengan Real Estate Investment Trust (REIT) itu. "Kalau Lippo bisa sebesar itu, maka potensinya di Indonesia juga sama," katanya.
Sejauh ini, lanjut Edy, banyak perusahaan properti yang mulai mempertanyakan DIRE dan payung hukum yang mendasari penerbitannya. Bahkan, beberapa konglomerasi properti seperti Lippo, Ciputra, dan Agung Podomoro telah menyebutkan keinginannya menerbitkan DIRE guna mendapatkan dana segar.
"Kalau BEI sudah menyebut potensi DIRE Rp71 triliun, maka kami konfirmasi dana itu ada," tuturnya.
Namun, Edy menegaskan, semua rencana penerbitan DIRE oleh para pengembang properti besar itu menunggu insentif dari pemerintah daerah berupa penurunan tarif BPHTB. "Pengembang menengah juga mulai mempertanyakan soal itu," katanya. Equityworld Futures