Namun, Tito Sulistio, Direktur Utama BEI mengakui, referendum Inggris tersebut memang sempat memengaruhi bursa global pada beberapa hari belakangan.
"Saya rasa dampak Brexit tidak langsung dan tidak signifikan. Kalau membuat ekonomi dunia terganggu, maka secara global terasa sekali,” ujarnya, Kamis (23/6).
"Harus dilihat seberapa besar negara-negara Uni Eropa itu terganggu kalau Inggris jadi keluar," katanya.
Ia mencontohkan, Inggris memproduksi baju dengan kualitas dan harga sesuai standar Uni Eropa yang bisa efisien dan menguntungkan, dengan nilai mata uang dagang yang cukup tinggi. Jika Inggris jadi hengkang, maka efek transaksi dagang yang ada harus dilihat lagi.
Di sisi lain, Tito menyatakan, polemik Brexit seharusnya menjadi pembelajaran bagi Indonesia terkait hubungannya dengan negara-negara di Asean. Harus ada kesepahaman antara sesama anggota Asean untuk saling menguntungkan.
"Ini pembelajaran bagi kita. Bagaimana caranya negara-negara dalam Asean benar-benar saling menguntungkan. Karena prinsipnya Brexit berawal dari orang Inggris yang merasa untung jika sendiri," pungkasnya.
David Sutyanto, Kepala Riset First Asia Capital menuturkan, pelaku pasar tidak terlalu menggubris isu Brexit setelah adanya keyakinan referendum akan menghasilkan Inggris tetap bersama Uni Eropa. "Fokus pasar saat ini bergeser ke rencana kebijakan moneter The Fed," imbuh David.
Menurut dia, kebijakan kenaikan suku bunga di AS akan berjalan lebih lambat dari perkiraan sebelumnya, menyusul perkembangan ekonomi negara tersebut yang sedang menghadapi sejumlah tantangan.
"Dolar AS sepanjang bulan ini melemah sekitar 2,6 persen, setelah pasar meyakini The Fed tidak akan menaikkan tingkat bunganya dalam waktu dekat," jelasnya.
Sebagai informasi, sejak akhir pekan lalu hingga penutupan perdagangan pada Rabu (22/6), Indeks Harga Saham Gabungan telah menguat 1,26 persen ke level 4.896, dari level 4.835 pada Jumat (17/6). Equity World Futures