Bandung - Komisi Nasional Hak Asasi Perempuan (Komnas
Perempun) menyimpan kekhawatiran berkaitan ekses penutupan kawasan
lokalisasi Dolly oleh Pemkot Surabaya. Prostitusi terbesar di Asia
Tenggara itu segera tamat pada Rabu 18 Juni 2014.
"Kami khawatir
ketika lokalisasi Dolly ditutup, para wanita pekerja seks komersial
(PSK) menyebar ke tempat lain atau beroperasi ke daerah lainnya. Selain
itu PSK mengubah bentuk transaksi seks dengan cara lain, misalnya via
SMS. Pascapenutupan Dolly itu jangan membuat kemiskinan baru," ucap
Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah.
Yuni menyampaikannya sewaktu ditemui di Hotel Grand Aquila, Jalan Djunjunan (Pasteur), Kota Bandung, Jabar, Selasa (17/6/2014).
Menurut
Yuni, kondisi-kondisi seperti itu memang rumit jika nyata terjadi. Maka
itu, dia berharap, Pemkot Surabaya dan pihak terkait bisa menciptakan
solusi serta mengantisipasi rasa kekhawatiran tersebut.
Menuntaskan
sekelumit permasalah prostitusi di Indonesia bukan perkara sederhana.
Selama ini Komnas Perempuan, sambung Yuni, rajin menyambangi dan
mendengar curhatan wanita PSK. Dia menilai prostitusi paksa dan
dipaksakan yang membelenggu para wanita terlibat praktik transaksi seks.
Tentu
saja, Yuni melanjutkan, banyak alasan kenapa wanita terjerumus menjadi
PSK. "Ada yang kawin muda sehingga tidak survive. Ada juga korban
kekerasan dalam rumah tangga dan korban kekerasan seksual oleh pacar
atau lainnya," ujar Yuni.
Lebih lanjut Yuni menuturkan, Komnas
Perempuan rencananya mengirimkam tim untuk turut memantau proses
penutupan Dolly. "Kami menentang kriminalisasi terhadap PSK. Jadi PSK
jangan dikriminalisasi dan ekploitasi. Bagaimanapun PSK itu korban.
Mereka juga korban kemiskinan," kata Yuni menegaskan.
Sumber : Detik.com