Equity World | Bursa Asia Kompak Melemah, Untung IHSG Perkasa!
Equity World | Jakarta, Pasar saham Asia-Pasifik mayoritas mengalami koreksi pada hari Kamis (2/3/2023) setelah reaksi negatif investor terlihat pada indeks utama Wall Street, dengan mayoritas indeks ditutup melemah pada perdagangan.
Indeks Nikkei 225 turun 0,06% menjadi ditutup pada 27.499 karena investor mengkalibrasi ulang ekspektasi untuk kemungkinan puncak suku bunga AS.
Hang Seng tergelincir 100 poin atau 0,92% menjadi 20.429, di tengah aksi ambil untung setelah indeks melonjak lebih dari 4% pada penutupan di sesi sebelumnya menyusul data survei manufaktur China yang solid untuk Februari.
Shanghai Composite turun 0,05% menjadi ditutup pada 3.311, menghentikan kenaikan dua hari dan menghadapi tekanan dari kenaikan imbal hasil Treasury. Pelaku juga menantikan Kongres Partai Nasional yang dimulai akhir pekan ini untuk arah kebijakan.
Saham terakhir yang melemah yakni Strait Times Index, Singapura yang turun 0,62% menjadi 3.234,90.
Dilain sisi, ASX 200 Australia naik tipis 0,05% menjadi ditutup pada 7.255, menguat lebih jauh dari posisi terendah baru-baru ini, dibantu oleh kenaikan saham pertambangan dan energi di tengah penguatan harga komoditas.
Lalu, Indeks acuan tanah air - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan berakhir di 6.857,41 atau terapresiasi tipis 0,18%. Data menunjukkan bahwa inflasi Indonesia menurun secara bulanan dan aktivitas manufaktur masih ekspansif.
Aktivitas ekonomi di China kembali meningkat tajam selama dua bulan berturut-turut, dan mengirimkan sinyal awal bahwa negara tersebut mungkin akan bangkit lebih cepat dari yang diperkirakan setelah sempat terseret akibat pembatasan ketat selama pandemi.
Aktivitas manufaktur naik pada laju tercepat dalam lebih dari satu dekade pada Februari, sementara pesanan ekspor meningkat untuk pertama kalinya dalam hampir dua tahun, Biro Statistik Nasional mengatakan Rabu lewat laporan Purchasing Managers Index (PMI).
Kemarin, survei PMI tidak resmi versi Caixin yang mengukur aktivitas di lebih banyak sektor swasta dan perusahaan kecil juga menunjukkan peningkatan dalam pesanan, harga, pekerjaan dan rantai pasokan, dengan kepercayaan bisnis naik ke level tertinggi sejak Maret 2021.
Meski aktivitas perekonomian dari manufaktur hingga tampaknya telah berbalik tajam di China, efek limpahan ke seluruh Asia masih mungkin relatif masih terbatas. Akan tetapi, untuk jangka panjang ekonomi China yang diharapkan tumbuh lebih cepat tahun ini dapat memberikan dorongan bagi banyak negara, termasuk Indonesia.
Tahun lalu ekonomi China hanya tumbuh 3%, salah satu tingkat paling lambat dalam beberapa dekade, karena pandemi menyebabkan penutupan pabrik, menekan penjualan rumah, dan menggerus konsumsi rumah tangga. Tahun ini dengan data ekonomi terbaru yang ciamik China diharapkan mampu melampaui target pertumbuhan 5% yang telah direncanakan sebelumnya.
Kemudian dari AS, aktivitas manufaktur kembali mengalami kontraksi pada Februari dan memperpanjang kontraksi beruntun menjadi empat bulan. Meski demikian, kontraksi ini tidak secepat yang diharapkan oleh ekonom dan analis dengan pabrik yang disurvei menyebut saat ini terlihat adanya tanda-tanda peningkatan permintaan dan percepatan kenaikan harga di bulan-bulan mendatang.
Data ekonomi yang masih relatif tangguh tersebut ditakutkan akan mendorong The Fed untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut dan menjaganya tetap tinggi demi meredam inflasi.
Investor Wall Street merespons negatif data PMI AS terbaru tersebut, dengan mayoritas indeks utama ditutup melemah pada perdagangan Rabu (1/3). S&P 500 dan indeks padat teknologi Nasdaq masing-masing ditutup melemah 0,47% dan 0,66%. Sementara itu indeks blue chip Dow Jones bergerak datar dengan penguatan tipis 0,02%.