Selasa, 14 Maret 2023

Equity World | Awal Pekan Bursa Asia Galau, IHSG Menguat Lagi

Equity World | Awal Pekan Bursa Asia Galau, IHSG Menguat Lagi

Equity World
| Jakarta, Bursa Asia-Pasifik ditutup beragam pada perdagangan Senin (13/3/2023), setelah sebelumnya sempat terkoreksi pada sesi pagi karena investor khawatir bahwa krisis dari Silicon Valley Bank (SVB) dapat menimbulkan krisis ekonomi yang pernah terjadi tahun 2008-2009.

Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melonjak 1,95% ke posisi 19.695,97, Shanghai Composite melesat 1,2% ke 3.268,7, KOSPI Korea Selatan menguat 0,67% ke 2.410,6, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terapresiasi 0,32% menjadi 6.786,96.

Sedangkan untuk indeks Nikkei 225 Jepang ditutup ambruk 2,76% ke 27.833, Straits Times Singapura ambles 1,42% ke 3.132,37, dan ASX 200 Australia terkoreksi 0,7% menjadi 7.095.

Beberapa pelaku pasar di Asia-Pasifik yang sebelumnya cenderung khawatir dengan krisis yang menimpa SVB, secara tiba-tiba cenderung bergembira setelah regulator keuangan di Amerika Serikat (AS) akan mendukung deposan dan lembaga keuangan yang terkait dengan Silicon Valley Bank, yang dipandang sebagai langkah untuk membendung risiko sistemik lebih lanjut.

Regulator keuangan AS mengatakan bahwa nasabah SVB akan memiliki akses penuh ke simpanannya. Ini menjadi langkah luar biasa oleh pejabat federal untuk mendukung miliaran dolar AS yang tidak diasuransikan di tengah kekhawatiran reruntuhan bank dapat menyebabkan kepanikan lebih besar.

Mereka mengambil tindakan darurat untuk mencegah penularan di bank kecil dan regional lainnya setelah tiba-tiba SVB.

Di lain sisi, induk HSBC baru saja mengakuisisi SVB cabang Inggris yang gagal bayar pada Jumat pekan lalu.

"Pagi ini, Pemerintah Inggris dan Bank Sentral Inggris baru saja memfasilitasi penjualan Sillicon Valley Bank Inggris ke HSBC sehingga uang nasabah akan terjaga, tanpa menggunakan uang pajak, seperti yang saya katakan kemarin kami tetap akan menjaga perusahaan sektor teknologi kami, dan kami telah bekerja keras untuk memenuhi janji tersebut," ujar Menteri Keuangan Inggris, Jeremy Hunt dikutip dari akun Twitternya.

Induk HSBC mengatakan bahwa pembelian terjadi di harga 1 Poundsterling, atau sekitar Rp 18.600.

Hunt mengatakan pada Minggu kemarin bahwa Pemerintah Inggris dan Bank Sentral Inggris (Bank of England/BoE) akan bekerja untuk menghindari dan meminimalisasi potensi kekacauan yang terjadi dari SVB cabang Inggris.

Sebelumnya pada pekan lalu, SVB kolaps hanya 48 jam setelah berencana mengumpulkan dana sebesar US$ 2,25 miliar untuk menambah modal dan menyeimbangkan neraca mereka pada Rabu pekan lalu.

Kolapsnya SVB ini bahkan dinilai sebagai kegagalan terbesar sejak Krisis Keuangan 2008/2009. Kejatuhan SVB bermula dari rencana mereka untuk menambah modal sekitar Rp 2,25 miliar pada Rabu lalu.

Sebesar US$ 1,25 miliar atau sekitar Rp 19,31 triliun diharapkan diperoleh melalui penjualan saham sementara sebesar US$ 500 juta atau sekitar Rp 7,7 triliun melalui saham preferen konvertibel.

SVB juga telah mengumumkan deal dengan perusahaan investasi General Atlantic senilai US$ 500 juta melalui penjualan saham.

Namun, upaya pengumpulan dana yang semula diharapkan bisa menyelamatkan perusahaan malah gagal. Investor melihat upaya SVB untuk menambah dana sebagai bentuk 'alert" jika kondisi mereka tidak baik-baik Saja.

Terlebih, SVB merugi hingga US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 27,8 triliun akibat menjual obligasi yang dimiliki mereka di bawah harga.

Krisis bank SVB membuat sentimen positif dari pasar tenaga kerja AS redam. Pada Kamis pekan lalu, AS mengumumkan jika jumlah pekerja yang mengajukan klaim pengangguran pada pekan yang berakhir per 4 Maret 2023 mencapai 211.000 orang. Jumlah tersebut naik 21.000 dibandingkan pekan sebelumnya.

Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat lalu juga mengumumkan angka pengangguran AS mencapai 3,6% pada Februari 2023.

Angka tersebut naik dibandingkan 3,4% pada Januari lalu dan di atas ekspektasi pasar di kisaran 3,4%. Kenaikan angka pengangguran seharusnya menjadi berita gembira karena diperkirakan akan menjadi pertimbangan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk melunakkan kebijakan agresifnya.