Kamis, 06 Oktober 2022

Equity World | Bursa Asia Diperdagangkan Beragam Kamis (6/10) Pagi, Setelah Wall Street Tergelincir

Equity World | Wajah bursa saham Asia-Pasifik beragam pada hari Kamis (6/10), setelah reli dua hari Wall Street terhenti.

Indeks Nikkei 225 Jepang naik 0,25% dan Topix bertambah 0,32%. Kospi di Korea Selatan naik 0,55% dan Kosdaq 0,86% lebih tinggi.

Di Australia, S&P/ASX 200 turun 0,24%. Indeks MSCI Asia-Pasifik naik 0,15%. Pasar China Daratan ditutup untuk liburan minggu ini.

Asal tahu, bursa saham Amerika Serikat (AS) tergelincir semalam setelah kenaikan tajam pada dua sesi sebelumnya. Dow Jones Industrial Average turun 42,45 poin atau 0,14% menjadi 30.273,87 setelah jatuh hampir 430 poin pada hari sebelumnya.

Indeks S&P 500 turun 0,2% menjadi ditutup pada 3.783,28 dan Nasdaq Composite turun 0,25% menjadi 11.148,64.

"Optimisme yang mendukung pasar keuangan awal pekan ini surut karena data AS terus mengartikulasikan perlunya tindakan kebijakan bank sentral lebih lanjut," menurut catatan ANZ Research Kamis.

PMI non-manufaktur ISM pada September dan laporan penggajian pribadi oleh ADP keduanya mengalahkan perkiraan semalam. Investor akan menantikan laporan nonfarm payrolls Biro Statistik Tenaga Kerja pada akhir minggu.

Rabu, 05 Oktober 2022

Equity World | Emas Bersinar Lagi, Meroket 4% Dalam 2 Hari!

Equity World | Emas Bersinar Lagi, Meroket 4% Dalam 2 Hari!

Equity World | Harga emas melandai pada pagi hari ini setelah terbang dalam dua hari. Merujuk pada data Refinitiv, pada Rabu (5/10/2022) pukul 06: 42 WIB, harga emas dunia di pasar spot berada di US$ 1.723,98 per troy ons. Harga emas melandai 0,13%.

Meski demikian dalam dua hari terakhir logam mulia ini melesat sekitar 4% dalam dua hari perdagangan saja. Emas melambung 2,4% di awal pekan dan  dan melonjak 1,6% Selasa kemarin.

Melandainya harga emas hari ini disebabkan mulai bangkitnya yield surat utang pemerintah AS. Yield surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun naik tipis ke 3,63%, lebih tinggi dibandingkan pada penutupan kemarin yang berada di 3,62%.

Pergerakan harga emas pada Oktober masih meyakinkan, kini berada di posisi terkuatnya dalam tiga pekan terakhir. Kinerja emas selama bulan ini juga mulai mengikis masa-masa kelam pada September di mana emas terpuruk 4,7%.

Bob Haberkorn, senior market strategist dari RJO Futures, menjelaskan melonjaknya harga emas dalam dua hari terakhir karena pasar mulai berekspektasi jika bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) akan mengendurkan kebijakan moneternya.

Ekspektasi semakin kuat setelah data tenaga kerja AS masih kurang meyakinkan.

Data Lowongan Kerja dan Survei Perputaran tenaga Kerja (JOLTS) yang diumumkan Biro Statistik AS Selasa malam (4/10/2022) menunjukkan jumlah lowongan kerja di AS turun menjadi 10,1 juta pada Agustus. Posisi tersebut adalah yang terendah sejak Juni 2022. Data JOLTS juga lebih rendah dibandingkan ekspektasi pasar yang berada di angka 10,775 juta.

"Berita buruk adalah kabar baik bagi emas saat ini. Rally emas terbantu oleh data tenaga kerja yang lebih rendah dibandingkan ekspektasi. Jika ekonomi memburuk, pelaku pasar melihat kebijakan agresif The Fed sudah sampai ke puncaknya," tutur Haberkorn, dikutip dari Reuters.

Namun, analis Saxo Bank Ole Hansen mengingatkan jika emas masih rawan pelemahan. Pasalnya, The Fed hingga kini belum berencana meredakan kebijakan moneter agresifnya.

"Emas belum sepenuhnya keluar dari tekanan. Namun, setidaknya kita melihat rebound yang sangat kuat karena terbantu oleh aksi short covering," tutur Hansen.

Selasa, 04 Oktober 2022

Equity World | Awal Kuartal IV-2022, Wall Street Dibuka Di Zona Hijau!

Equity World | Awal Kuartal IV-2022, Wall Street Dibuka Di Zona Hijau!

Equity World | Bursa saham Amerika Serikat (AS) kompak di zona hijau pada pembukaan perdagangan Senin (03/10/2022), di mana bursa saham AS berusaha pulih untuk mengawali perdagangan pertama di kuartal IV-2022.

Dow Jones menguat tajam 1,02% di pembukaan menjadi 29.018,08. Hal serupa terjadi pada indeks S&P 500 naik 0,84% ke 3.618,6 dan Nasdaq terapresiasi 0,48% ke 10.620,53.

"Ini cukup sederhana pada titik ini, imbal hasil yield obligasi tenor 10 tahun naik dan ekuitas kemungkinan akan tetap di bawah tekanan," tutur Analis Raymond James Travis McCourt dikutip CNBC International.

Bursa saham Wall Street berusaha keluar dari penurunannya selama September 2022, di mana indeks Dow Jones dan S&P 500 mengalami terkoreksi tajam secara bulanan terbesar sejak Maret 2020.

Pada perdagangan Jumat (30/9) pekan lalu, indeks Dow Jones juga ditutup di bawah level 29.000 untuk pertama kalinya sejak November 2020.

Di sepanjang September 2022, indeks Dow Jones melemah tajam 8,8%, sedangkan indeks S&P 500 dan Nasdaq kehilangan masing-masing sebesar 9,3% dan 10,5%.

Secara kuartalan, indeks Dow Jones ambruk 6,6% dan mengalami penurunan selama tiga kuartal beruntun untuk pertama kalinya sejak kuartal III-2015. Senasib, indeks S&P 500 dan Nasdaq merosot masing-masing sebesar 5,28% dan 4,11% dan terkoreksi selama tiga kuartal beruntun pada tahun ini. Hal tersebut terjadi untuk pertama kalinya sejak 2009.

Analis Truist, Keith Lerner memprediksikan bahwa kinerja ekuitas masih akan terbebani oleh inflasi yang tetap tinggi dan komitmen bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk menurunkan lonjakan harga.

Namun, dia juga menambahkan bahwa kondisi oversold juga membuat pasar rentan terhadap pemantulan tajam jangka pendek di tengah kabar baik.

"Menurut saya, kita bisa diatur untuk beberapa jenis penangguhan, tapi tren yang mendasari pada saat ini masih tren menurun dan berombak," tambahnya.

Hari ini, investor akan disuguhkan dengan rilis PMI Manufaktur.

Senin, 03 Oktober 2022

Equity World | Resesi Dunia di Depan Mata, Lebih Baik Nabung atau Investasi?

Equity World | Resesi Dunia di Depan Mata, Lebih Baik Nabung atau Investasi?

Equity World | Ekonomi global diwarnai risiko resesi yang diperkirakan bakal melanda dunia pada 2023. Resesi ini dipicu pengetatan moneter oleh banyak bank sentral, juga imbas perang Ukraina-Rusia, hingga kebijakan zero-Covid di China.

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga sudah mengungkapkan resesi ini dipicu inflasi yang tinggi akibat melesatnya harga pangan dan energi di sejumlah negara, khususnya Eropa dan AS. Kondisi tersebut memicu bank sentral di negara maju menaikkan suku bunga dan mengetatkan likuiditas. Dampaknya akan dirasakan pertumbuhan ekonomi dunia, termasuk negara-negara berkembang.

Lantas, instrumen investasi apa yang harus dipilih di tengah situasi ekonomi global yang penuh tekanan?

Perencanaan Keuangan Advisor Alliance Group (AAG) Indonesia Dandy mengatakan kemungkinan resesi dalam waktu dekat bisa mempengaruhi market. Menurut dia, lebih baik jangan terlalu rakus mengambil keputusan, termasuk memilih instrumen investasi. Dia juga menyebut uang tunai bisa menjadi pilihan, karena tidak akan terlalu terpengaruh saat resesi.

"Karena cash sudah pasti uang nggak akan kemana mana dan bisa disiapkan saat resesi benar terjadi," kata Dandy mengutip CNN Indonesia.

Sedangkan untuk investasi obligasi bisa mengambil kupon tetap (seri FR-Fixed Rate), sehingga investasi tetap terjaga meski ada risiko resesi. Sementara untuk investasi saham harus memilih emiten yang tahan terhadap pelemahan ekonomi, seperti yang berada di jajaran LQ45.

"Emiten yang lebih tahan dampak resesi itu yang punya fundamental kuat, seperti di LQ45, misalnya," kata Dandy.

Dandy juga merekomendasikan investasi emas, karena dikenal sebagai aset safe haven. Umumnya saat ekonomi terpuruk harga emas malah cenderung naik seperti yang terjadi saat krisis pandemi Covid-19.

Sementara itu, perencana keuangan OneShildt Consulting Imelda Tarigan berpendapat reksadana juga masih bisa direkomendasikan sebagai instrumen investasi di tengah ancaman resesi. Dia merekomendasikan reksadana yang mendukung perputaran ekonomi domestik seperti reksadana pendapatan tetap.

"Less volatile, returnnya masih lebih tinggi dari inflasi, prospek setelah dua tahun lagi masih positif," katanya.