Selasa, 24 Januari 2023

Equity World | Libur Imlek, Bursa Saham Jepang Dibuka Cerah

Equity World | Libur Imlek, Bursa Saham Jepang Dibuka Cerah

Equity World | Jakarta, Hampir seluruh bursa saham Asia-Pasifik tutup hari ini merayakan Hari Raya Tahun Baru atau Imlek. Bursa saham Jepang dan Australia adalah sedikit yang buka pada hari ini.

Pada perdagangan Senin (23/1/2023), indeks Nikkei 225 Jepang pada sesi awal perdagangan menguat 309,8 points atau 1,16% ke posisi 26.876,16.

Sementara itu, ASX 200 Australia menguat 0,3% ke 7.452,5.

Penguatan bursa Jepang dan Australia masih ditopang oleh optimisme dengan perekonomian China setelah Tiongkok melonggarkan kebijakan Covid-19.

Pelonggaran di China diharapkan membuat pergerakan ekonomi Tiongkok dan Asia lebih cepat mengingat Tiongkok adalah motor penggerak utama perekonomian Asia.

Dengan pertumbuhan China dan Asia yang lebih cepat maka hal tersebut diharapkan bisa mengkompensasi perlambatan pertumbuhan atau resesi di Eropa.

"Tidak ada negara Asia yang terancam mengalami resesi pada tahun ini. Pada 12 bulan mendatang, kami perkirakan bursa saham Asia akan mengakhiri 2023 dengan tone yang positif," tutur analis Bernstein Sarah McCarthy, dikutip dari The Japan Times.

Pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (20/1/2023), bursa Asia juga ditutup cerah.

Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup menguat 0,56% ke posisi 26.553,5, Hang Seng Hong Kong melejit 1,82% ke 22.044,65, Shanghai Composite China menanjak 0,76% ke 3.264,81, dan ASX 200 Australia bertambah 0,23% menjadi 7.452,2.

Berikutnya untuk indeks Straits Times Singapura terapresiasi 0,54% ke 3.293,71, KOSPI Korea Selatan melaju 0,63% ke 2.395,26, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat 0,81% menjadi 6.874,93.

Jumat, 20 Januari 2023

Equity World | Wall Street Tergelincir: Dow, S&P 500 dan Nasdaq Kembali Ditutup Melemah

Equity World | Wall Street Tergelincir: Dow, S&P 500 dan Nasdaq Kembali Ditutup Melemah

Equity World | Wall Street kembali ditutup lebih rendah setelah data menunjukkan pasar tenaga kerja yang ketat memperbaharui kekhawatiran bahwa Federal Reserve akan melanjutkan jalur agresif kenaikan suku bunga yang dapat membawa ekonomi ke dalam resesi.

Equity World | Kamis (19/1), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup turun 252,4 poin atau 0,76% menjadi 33.044,56, indeks S&P 500 melemah 30,01 poin atau 0,76% ke 3.898,85 dan indeks Nasdaq Composite koreksi 104,74 poin atau 0,96% ke 10.852,27.

Indeks S&P 500 dan Dow jatuh untuk sesi ketiga berturut-turut. Ini jadi penurunan beruntun terpanjang kedua indeks utama tersebut dalam sebulan.

Tekanan bagi bursa saham Amerika Serikat (AS) datang setelah laporan dari Departemen Tenaga Kerja menunjukkan, klaim pengangguran mingguan lebih rendah dari yang diharapkan. Ini menunjukkan pasar tenaga kerja tetap solid meskipun upaya Fed untuk menahan permintaan pekerja.

Ekspektasi bank sentral akan menurunkan ukuran kenaikan suku bunga pada pengumuman kebijakan bulan depan tidak berubah oleh laporan tersebut.

Investor telah mencari tanda-tanda kelemahan di pasar tenaga kerja sebagai bahan utama yang dibutuhkan The Fed untuk mulai memperlambat langkah-langkah pengetatan kebijakannya.

Data lain menunjukkan, aktivitas manufaktur di wilayah pertengahan Atlantik melemah lagi di bulan Januari. Sementara data dari departemen perdagangan mengonfirmasi resesi di pasar perumahan masih berlanjut.

"Apa yang kami lihat adalah pasar mengukir titik terendah dalam ketidakpastian sehingga berita tersebut kurang berpengaruh dan apa yang kami lihat hari ini hanyalah kelanjutan dari itu," kata Brad McMillan, Chief Investment Officer Commonwealth Financial Network, broker-dealer independen di Waltham, Massachusetts.

"Faktanya kita tidak melihat lebih banyak reaksi mengatakan banyak berita buruk di luar sana."

Di sisi lain, komentar terbaru dari pejabat The Fed terus menyoroti keterputusan antara pandangan bank sentral tentang tingkat terminal dan ekspektasi pasar.

Presiden Fed Boston Susan Collins menggemakan komentar dari pembuat kebijakan lain untuk mendukung kasus kenaikan suku bunga di atas 5%.

Tapi saham bergerak dari posisi terendah setelah wakil ketua The Fed Lael Brainard mengatakan The Fed masih "menyelidiki" tingkat suku bunga yang akan diperlukan untuk mengendalikan inflasi.

Pasar, bagaimanapun, melihat tingkat terminal di 4,89% pada bulan Juni dan sebagian besar memperkirakan kenaikan suku bunga 25 basis poin dari bank sentral AS pada bulan Februari, dengan penurunan suku bunga di paruh tahun lalu.

Di sisi pendapatan, Procter & Gamble Co turun 2,11% setelah peringatan biaya komoditas menekan laba, meskipun perkiraan penjualan setahun penuh meningkat.

Menurut data Refinitiv, analis sekarang memperkirakan pendapatan tahuanan dari perusahaan S&P 500 turun 2,8% untuk kuartal keempat, dibandingkan dengan penurunan 1,6% di awal tahun.

Saham Netflix Inc ditutup anjlok 3,23% jelang hasil yang dijadwalkan untuk dirilis setelah bel penutupan pada hari Kamis. Tapi saham rebound 3,33% setelah membukukan keuntungan pelanggan untuk kuartal tersebut dan kepergian co-founder Reed Hastings sebagai kepala eksekutif untuk peran ketua eksekutif.

Kamis, 19 Januari 2023

Equity World | Turun 3 Hari, Harga Emas Terancam ke Bawah US$ 1.900 Lagi!

Equity World | Turun 3 Hari, Harga Emas Terancam ke Bawah US$ 1.900 Lagi!

Equity World | Harga emas terus melandai. Pada penutupan perdagangan Rabu (18/1/2023), emas ditutup melemah 0,24% di posisi US$ 1.903,78 per troy ons.

Pelemahan harga kemarin memperpanjang tren negatif emas. Sang logam mulia sudah melandai tiga hari dengan total pelemahan mencapai 0,86%.

Pelemahan tiga hari beruntun ini membuat emas terancam terdepak dari level psikologis US$ 1.900 per troy ons setelah berada di level tersebut sejak Jumat pekan lalu.

Namun, pada perdagangan pagi hari ini emas menguat. Pada perdagangan Kamis (19/1/2023) pukul 05: 40 WIB, harga emas dunia di pasar spot menguat 0,006% ke posisi US$ 1.903,89 per troy ons.

Analis dari RJO Futures, Daniel Pavilonis, mengatakan harga emas melandai karena harganya yang sudah terlalu tinggi.

"Kita melihat koreksi besar di sini. Arahnya emas berbalik arah dari rally dan akan ada aksi jual dalam jumlah besar," tutur Pavilonis, dikutip dari Reuters.

Emas juga melemah setelah Presiden The Fed St. Louis James Bullard yang mengatakan The Fed sebaiknya menaikkan suku bunga menjadi 5% secepat mungkin.
Suku bunga acuan The Fed saat ini berada di level 4,25-4,50%.

"Ancaman resesi dan keputusan The Fed akan menjadi katalis utama bagi emas dalam waktu dekat," tutur analis Geojit Financial Services. Hareesh V, dikutip dari Reuters.

Namun, emas menguat pada pagi hari ini. Salah satu penopangnya adalah melandainya indeks harga produsen (IHP).

IHP terkontraksi 0,5% (month to month/mtm) pada Desember 2022. Kontraksi ini lebih dalam dari ekspektasi para ekonom yang disurvei Dow Jones memperkirakan kontraksi 0,1%.

Data ini menguatkan ekspektasi pelaku pasar jika bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) bakal memperlambat atau menghentikan kenaikan suku bunga.

"Sementara Fed tetap hawkish sepanjang tahun 2022 dalam menaikkan suku bunga secara agresif untuk mengendalikan inflasi, angka IHP Desember menjadi pertanda baik bagi pelonggaran kebijakan moneter ketat Fed baru-baru ini," kata Greg Bassuk, CEO di AXS Investments yang dikutip CNBC International.

Rabu, 18 Januari 2023

Equity World | Bursa Asia Ditutup Loyo, Kecuali Nikkei-IHSG

Equity World | Bursa Asia Ditutup Loyo, Kecuali Nikkei-IHSG

Equity World | Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup melemah pada perdagangan Selasa (17/1/2023), setelah dirilisnya data pertumbuhan ekonomi China pada kuartal IV-2022.

Hanya indeks Nikkei 225 Jepang dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup di zona hijau pada hari ini. Nikkei melonjak 1,23% ke posisi 26.138,699, sedangkan IHSG berakhir melesat 1,19% menjadi 6.767,34.

Sementara sisanya ditutup di zona merah. Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melemah 0,78% ke 21.577,64, Shanghai Composite China turun 0,1% ke 3.224,24, Straits Times Singapura turun tipis 0,09% ke 3.280,51, ASX 200 Australia juga turun tipis 0,03% ke 7.386,3, dan KOSPI Korea Selatan merosot 0,85% menjadi 2.379,39.

Dari China, pertumbuhan ekonomi China sepanjang 2022 tercatat 3%, meleset dari target yang ditetapkan pemerintah sebesar 5,5%.

Pertumbuhan tersebut menjadi salah satu yang terlemah dalam 40 tahun terakhir, di samping 2020 yang hanya naik 2,2% akibat pandemi Covid-19. Adapun, pada 2021, ekonomi China melesat sebesar 8.1%.

Berdasarkan data yang dirilis Biro Statistik Nasional China hari ini, pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) pada kuartal IV-2022 tercatat sebesar 2,9% secara tahunan (year-on-year/yoy).

Pertumbuhan tersebut turun dari realisasi pada kuartal sebelumnya sebesar 3,9% (yoy), namun jauh di atas ekspektasi dan konsensus para analis sebesar 1,8% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi yang melampaui ekspektasi itu terjadi di tengah meningkatnya kasus Covid-19 di Negeri Tirai Bambu sejak akhir tahun lalu. Adapun, pemerintah telah melonggarkan kebijakan pengetatannya Sejak Desember 2022.

Secara kuartalan (quarter-to-quarter/qtq), PDB China tercatat stagnan 0%. Hasil tersebut turun dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 3,9% qtq, namun tak seburuk proyeksi sebesar -0,8%.

Sementara itu di Jepang, bank sentral (Bank of Japan/BoJ) telah memulai pertemuan kebijakan moneter terbarunya mulai hari ini hingga besok, di mana esoknya hasil dari pertemuan tersebut akan diumumkan dan menjadi perhatian pasar terkait kebijakan suku bunga BoJ.

Saat BoJ memulai pertemuan kebijakan moneter dua hari, pergerakan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Jepang (Japan Government Bond/JGB) tenor 10 tahun akan menjadi fokus investor karena terus menguji batas atas kisaran toleransi bank sentral.

Sejumlah ekonom memperkirakan BoJ akan membatalkan kebijakan kontrol kurva imbal hasil (yield curve control/YCC), di tengah melonjaknya yield obligasi pemerintah Jepang dan penguatan yen.

Langkah tersebut akan dilakukan kurang dari sebulan setelah BoJ membuat pasar lengah dengan memperluas kisaran toleransinya untuk yield JGB tenor 10 tahun.

Sejak itu, yield JGB 10 tahun telah melampaui batas atas kisaran baru yakni 50 basis poin di kedua sisi target 0% dalam beberapa kali.

Meski suku bunga akan tetap dipertahankan, tetapi beberapa pengamat menilai bahwa BoJ dapat membatalkan kebijakan YCC jika dilihat dari pergerakan yield JGB tenor 10 tahun dan yen.

Di sisi lain, pelaku pasar tengah khawatir akan laporan terbaru yang dirilis Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang kembali memberi peringatan terkait risiko fragmentasi dalam ekonomi global.

Dalam catatan terbarunya yang dirilis Senin kemarin, Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan disintegrasi perdagangan dan perubahan teknologi telah merugikan beberapa komunitas.

Dukungan publik terhadap keterbukaan ekonomi telah menurun di beberapa negara dan sejak krisis keuangan global, arus barang dan modal lintas batas telah mendatar.

Hal tersebut diperparah oleh ketegangan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia, China dan Amerika Serikat (AS) yang meningkatkan risiko pembatasan perdagangan baru.

"Sementara itu, perang Rusia ke Ukraina tidak hanya menyebabkan penderitaan manusia, tetapi juga gangguan besar aliran keuangan, makanan, dan energi di seluruh dunia," tulisnya.

Adapun perkiraan dampak fragmentasi tersebut sangat bervariasi. Namun, lanjut Georgieva, biaya jangka panjang dari fragmentasi perdagangan saja dapat berkisar dari 0,2% dari PDB global dalam skenario fragmentasi terbatas hingga hampir 7% dalam skenario yang parah atau kira-kira setara dengan gabungan PDB tahunan Jerman dan Jepang.

"Jika pemisahan teknologi ditambahkan dalam perhitungan, beberapa negara dapat mengalami kerugian hingga 12% dari PDB," katanya.

Namun, menurut analisis IMF yang baru, dampak penuh kemungkinan akan lebih besar lagi, tergantung pada berapa banyak saluran fragmentasi yang diperhitungkan.

Dia mengatakan selain pembatasan perdagangan dan hambatan penyebaran teknologi, fragmentasi dapat dirasakan melalui pembatasan lintas sektor yang memicu berkurangnya aliran modal dan penurunan tajam dalam kerja sama internasional.

Adapun, negara berkembang dikhawatirkan tidak akan lagi mendapat manfaat dari limpahan teknologi yang telah mendorong pertumbuhan produktivitas dan standar hidup. Alih-alih mengejar tingkat pendapatan ekonomi maju, negara berkembang akan makin tertinggal.