Jumat, 23 September 2022

Equity World | Wall Street Melemah, Diwarnai Aksi Jual Saham Pertumbuhan dan Teknologi

Equity World | Wall Street Melemah, Diwarnai Aksi Jual Saham Pertumbuhan dan Teknologi

Equity World | Indeks utama Wall Street ditutup melemah pada akhir perdagangan Kamis (22/9) setelah investor bereaksi terhadap langkah agresif terbaru The Fed dalam mengendalikan inflasi. Imbasnya terjadi aksi jual saham-saham pertumbuhan dan saham teknologi

Indeks Dow Jones Industrial Average turun 107,10 poin atau 0,35% ke 30.076,68, S&P 500 turun 31,94 poin atau 0,84% ke 3.757,99 dan Nasdaq Composite turun 153,39 poin atau 1,37% ke 11.066,80.

Sembilan dari 11 sektor utama S&P turun, dipimpin oleh penurunan saham konsumen dan keuangan masing-masing 2,2% dan 1,7%.

Saham perusahaan teknologi dan pertumbuhan megacap seperti Amazon.com Inc, Tesla Inc dan Nvidia Corp turun antara 1% dan 5,3% karena benchmark imbal hasil Treasury AS mencapai level tertinggi 11 tahun.

Sektor teknologi S&P 500 telah merosot 28% sepanjang tahun ini, dibandingkan dengan penurunan indeks benchmark sebesar 21,2%.

Volume perdagagan saham di bursa AS mencapai 11,39 miliar saham, dengan rata-rata 10,91 miliar dalam 20 sesi perdagangan terakhir.

Mengutip Reuters, The Fed menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada Rabu (21/9) dan mengisyaratkan kenaikan suku bunga kebijakan lebih lanjut. Hal ini memicu kekhawatiran volatilitas lebih lanjut dalam perdagangan saham dan obligasi.

Proyeksi pertumbuha ekonomi dari bank sentral juga menarik. Bank sentral AS memperkirakan tahun ini ekonomi hanya tumbuh 0,2% dan naik menjadi 1,2% pada tahun 2023.

Baca Juga: Wall Street Dibuka Bervariasi pada Kamis (22/9), Setelah Aksi Jual Dipicu The Fed

"Jika kita terus mengalami inflasi yang ketat, dan jika (Gubernur Fed Jerome) Powell berpegang teguh pada apa yang dia tunjukkan, saya pikir kita memasuki resesi dan kita melihat penurunan signifikan pada ekspektasi pendapatan," kata Mike Mullaney, direktur pasar global di Boston Partners.

"Jika ini terjadi, saya memiliki keyakinan tinggi dalam kondisi itu bahwa kita menembus 3.636," tambahnya, mengacu pada titik terlemah S&P 500 pada  pertengahan Juni tahun ini.


Kamis, 22 September 2022

Equity World | Wall Street Anjlok, Investor Mencerna Pesan Suku Bunga The Fed yang Hawkish

Equity World | Wall Street Anjlok, Investor Mencerna Pesan Suku Bunga The Fed yang Hawkish

Equity World | Indeks utama Wall Street anjlok lebih dari 1,7% pada akhir perdagangan Rabu (21/9), karena investor mencerna kenaikan suku bunga The Fed yang sangat besar, dan komitmennya untuk mempertahankan kenaikan suku bunga hingga tahun 2023 untuk memerangi inflasi.

Indeks Dow Jones Industrial Average turun 522,45 poin atau 1,70% ke 30.183,78, S&P 500 turun 66,00 poin atau 1,71% ke 3.789,93 dan Nasdaq Composite turun 204,86 poin atau 1,79% ke 11.220,19.

Dow Jones membukukan penutupan terendah sejak 17 Juni, sedangkan Nasdaq dan S&P 500 masing-masing berada pada level terendah sejak 1 Juli dan 30 Juni. Sementara itu, seluruh sektor di S&P 500 ditutup lebih rendah, dipimpin oleh penurunan sektor konsumer dan sektor komunikasi.

Volume perdagangan saham di bursa AS mencapai 11,03 miliar saham dengan rata-rata 10,79 miliar saham dalam 20 hari perdagangan terakhir.

Mengutip Reuters, pada akhir pertemuan 2 hari, The Fed menaikkan suku bunga kebijakan sebesar 75 basis poin untuk ketiga kalinya ke kisaran 3,00%-3,25%. Kenaikan ini sesuai dengan ekspektasi sebagian besar pelaku pasar.

Namun, pembuat kebijakan juga mengisyaratkan kenaikan yang lebih besar dalam proyeksi baru yang menunjukkan tingkat kebijakannya naik menjadi 4,40% pada akhir tahun ini sebelum mencapai 4,60% pada tahun 2023. Ini naik dari proyeksi pada bulan Juni masing-masing sebesar 3,4% dan 3,8%.

Bank sentral menambahkan, pemangkasan suku bunga tidak diperkirakan sampai 2024, menghancurkan harapan investor yang luar biasa bahwa Fed memperkirakan inflasi terkendali dalam waktu dekat. Ukuran inflasi yang disukai The Fed sekarang terlihat perlahan kembali ke target 2% pada tahun 2025.

Dalam konferensi persnya, Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan pejabat bank sentral AS "sangat bertekad" untuk menurunkan inflasi dari level tertinggi dalam empat dekade dan "akan terus melakukannya sampai pekerjaan selesai," sebuah proses yang dia ulangi tidak akan terjadi tanpa rasa sakit.

"Gubernur Powell menyampaikan pesan yang serius. Dia menyatakan bahwa tidak ada yang tahu apakah akan ada resesi atau seberapa parah, dan bahwa mencapai soft landing selalu sulit," kata Yung-Yu Ma, kepala strategi investasi di BMO Wealth Management.

Suku bunga yang lebih tinggi dan pertempuran melawan inflasi juga masuk ke ekonomi AS, dengan proyeksi The Fed menunjukkan pertumbuhan akhir tahun hanya 0,2% tahun ini, naik menjadi 1,2% pada tahun 2023.

"Pasar sudah bersiap untuk beberapa hawkishness, berdasarkan laporan inflasi dan komentar gubernur baru-baru ini," kata Ma dari BMO.

"Tapi selalu menarik untuk melihat bagaimana pasar bereaksi terhadap pesan tersebut. Hawkish sudah diharapkan, tetapi sementara beberapa di pasar merasa nyaman dengan itu, yang lain mengambil posisi untuk menjual."

Rabu, 21 September 2022

Equity World | Harga Emas Lagi Naik, Tapi Hati-Hati Tertipu!

Equity World | Harga Emas Lagi Naik, Tapi Hati-Hati Tertipu!

Equity World | Harga emas mulai menggeliat, pada perdagangan Rabu (21/9/2022) pukul 06:22 WIB, harga emas dunia di pasar spot berada di US$ 1.665,06 per troy ons. Harga emas menguat 0,12%.

Penguatan hari ini berbanding terbalik dengan penutupan kemarin. Pada perdagangan Selasa (20/9/2022), harga emas melemah 0,8% ke posisi US$ 1.663,11 per troy ons.

Dalam sepekan, harga emas masih anjlok 1,8% secara point to point. Dalam sebulan, harga emas menyusut 4,1% sementara dalam setahun anjlok 6,2%.

Analis dari OANDA Edward Moya menjelaskan penguatan emas pada pagi hari belum meyakinkan, dan ada risiko turun semakin dalam. Pergerakan emas akan sangat ditentukan oleh hasil rapat bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) pada malam nanti atau Kamis dini hari waktu Indonesia.

"Kenaikan sebesar 100 bps akan semakin membuat emas jatuh. Namun, jika The Fed menaikkan suku bunga sebesar 75 bps sesuai ekspektasi pasar maka kemungkinan akan ada short-covering di tengah kelegaan pasar. Ini akan membantu emas," tutur Moya, seperti dikutip dari Reuters.

Selain The Fed, sejumlah bank sentral akan menggelar rapat moneter pada pekan ini. Di antaranya adalah bank sentral Swiss, Jepang, Inggris, dan Swedia.

Bank sentral Swedia Riksbank menaikkan suku bunga acuan sebesar 100 bps menjadi 1,75% kemarin. Kenaikan agresif juga dikhawatirkan akan dilakukan The Fed.

"Emas tidak mampu menepis kekhawatiran pasar terkait kebijakan The Fed yang ketat. Buktinya, yield terus meroket dan ini tentu saja membuat emas terus melemah," imbuh Moya.

Yield surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun kemarin ditutup pada posisi 3,57% atau berada di kisaran tertingginya dalam 11 tahun terakhir.

Selasa, 20 September 2022

Equity World | Wall Street Ditutup Cerah, IHSG Tancap Gas Hari Ini?

Equity World | Wall Street Ditutup Cerah, IHSG Tancap Gas Hari Ini?

Equity World | Pada perdagangan Senin (19/9/2022) kemarin pasar keuangan Indonesia ditutup bervariatif, dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona hijau dan rupiah melemah di hadapan dolar AS.

Equity World | Harap Sabar, Harga Emas Naga-naganya Masih Sulit Bangkit

Indeks acuan utama bursa domestik, kemarin ditutup menguat 0,37% ke posisi 7.195,49. Meski demikian, perdagangan tidak serta merta mulus, dengan IHSG sempat beberapa kali bergerak di zona merah.

Pada awal perdagangan sesi I, IHSG dibuka menguat 0,42%, namun selang lima menit setelah dibuka, IHSG sempat terkoreksi 0,12% ke posisi 7.160,87. Setelah terkoreksi, IHSG kembali bangkit, lalu kembali sempat tersungkur di zona merah pada awal pembukaan sesi kedua.

IHSG kemudian bergerak ke atas dan melompat ke harga tertinggi harian jelang akhir perdagangan di 7.231,42, sebelum akhirnya kenaikan terpangkas pada bel penutupan perdagangan kembali ke level psikologis 7.100.

Nilai transaksi indeks pada hari kemarin masih tergolong ramai atau mencapai sekitar Rp 15 triliun, namun turun signifikan dari rata-rata harian pekan lalu yang mencapai lebih dari Rp 20 triliun. Sebanyak 32 miliaran saham yang berpindah tangan 1,3 juta kali, dengan 208 saham terapresiasi, 354 saham terdepresiasi, dan 142 saham lainnya stagnan.

Saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya pada hari ini, yakni hingga mencapai Rp 1,2 triliun. Kemudian disusul oleh saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan nilai transaksi secara berurutan sebesar Rp 883,6 miliar dan Rp 634,8 miliar.

Meski hanya mampu menguat tipis, kinerja bursa domestik kemarin lebih baik dari mayoritas saham regional atau Asia-Pasifik yang masih lesu. Indeks Hang Seng Hong Kong merosot 1,04%, Shanghai Composite China melemah 0,35%, Straits Times Singapura terkoreksi 0,37%, ASX 200 Australia terpangkas 0,28%, dan KOSPI Korea Selatan ambles 1,14%.

Pada perdagangan hari ini, sentimen pasar masih cenderung mengarah negatif, di mana bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street terkoreksi tajam pada pekan lalu. Tiga indeks saham acuan Wall Street kompak melemah dengan koreksi lebih dari 4% pekan lalu.

Selain itu pelaku pasar tampaknya masih mengukur langkah dan dengan seksama menantikan keputusan Bank Indonesia dan sejumlah bank sentral utama terkait kebijakan moneter terbaru untuk menaikkan atau menahan suku bunga acuan dalam upaya menjinakkan inflasi yang semakin liar.

Kondisi yang lebih suram datang dari pasar keuangan lain, di mana kemarin kembali rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) dan selangkah lagi berisiko menembus kembali level psikologis Rp 15.000/US$.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan. Tetapi tidak lama langsung melemah, bahkan sempat menyentuh Rp 14.988/US$ atau melemah 0,25% di pasar spot.

Untungnya saat penutupan perdagangan, kerugian tersebut dapat dipangkas dengan rupiah berakhir di Rp 14.975/US$ atau melemah 0,17%.

Sama dengan yang terjadi di pasar ekuitas, pedagang juga masih menunggu keputusan bank sentral utama dunia.

The Fed hampir pasti akan menaikkan suku bunga secara agresif. Bahkan ada kemungkinan menaikkan suku bunga 100 basis poin dan menjadi alasan uta,a rupiah sulit menguat.

Sementara itu, bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) malah mengambil langkah berbeda dan memutuskan untuk memangkas suku bunganya.

PBoC pagi kemarin menurunkan suku bunga reverse repo 14 hari guna menambah likuiditas di perekonomian. Suku bunga tersebut diturunkan sebanyak 10 basis poin menjadi 2,15% dari sebelumnya 2,25%. Langkah penurunan suku bunga reverse repo 14 hari menjadi yang pertama sejak akhir Januari lalu.

Keputusan PBoC menjadi sedikit angin segar ke pasar yang pada akhirnya membuat rupiah mampu bertahan di bawah Rp 15.000/US$.