Equity World | Apakah Emas 'Ditakdirkan' Terus Menguat?
Equity World | Harga emas dunia kembali menguat pada perdagangan hari ini hingga mencapai level tertinggi enam tahun atau tepatnya sejak awal Mei 2013. Sampai kapan sang logam mulia terus menanjak?
Pada Senin (5/8/2019) pukul 13:25 WIB, emas diperdagangkan menguat 1,2% ke US$ 1.458,49/troy ounce atau Rp 669.217/gram, (kurs US$ 1 = Rp 14.270) berdasarkan data investing.com.
Logam mulia ini mulai melesat menguat sejak perdagangan Kamis pekan lalu. Penyebabnya adalah langkah Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserves/The Fed yang menurunkan suku bunga acuan ke 2-2,25%.
Penurunan suku bunga, walau tidak agresif, bisa membuat dolar AS kurang menarik. Emas merupakan aset tanpa imbal hasil, sehingga semakin rendah suku bunga di AS dan secara global akan memberikan keuntungan yang lebih besar dalam memegang aset ini.
Dengan panduan kebijakan pemangkasan yang tidak agresif dari The Fed, begitu juga bank sentral utama dunia yang tidak terlalu dovish, laju kenaikan harga emas sepertinya akan terhenti, dan kembali ke bawah level US$ 1.400.
Namun, tiba-tiba Presiden AS Donald Trump menegaskan akan memberlakukan tarif bea impor 10% terhadap produk China senilai US$ 300 miliar, berlaku mulai 1 September. Padahal delegasi AS baru saja kembali dari negosiasi dagang di Shanghai, perundingan yang disebut cukup konstruktif oleh kedua belah pihak.
Pernyataan Trump membuat China naik darah. Beijing menegaskan siap jika harus meladeni AS dalam perang dagang.
"Posisi China sangat jelas. Kalau AS ingin berdialog, mari kita berdialog. Namun kalau AS ingin perang, mari kita berperang," tegas Zhang Jun, Duta Besar China untuk PBB, dikutip dari Reuters.
Eskalasi perang dagang kedua negara tentunya membuat pertumbuhan ekonomi global bisa melambat lebih dalam, yang membuat investor mengalihkan investasinya ke aset-aset amat (safe haven) seperti emas.
Equity World
Lagi, Harga Emas Dunia Sentuh Rekor dalam 6 Tahun! | Equity World
Efek lain dari eskalasi perang dagang AS-China yang menyeret pertumbuhan ekonomi global akan merembet pada kebijakan moneter The Fed dan bank sentral utama lainnya.
Mengutip Fedwatch, probabilitas penurunan suku bunga acuan Negeri Paman Sam me 1,75-2% bulan depan mencapai 74,2%. Piranti yang sama menunjukkan probabilitas suku bunga acuan berada di 1,5%-1,75% pada akhir 2019 adalah 43,1%, tertinggi dibandingkan yang lainnya.
Nah, dari kebijakan The Fed tersebut akan menjalar ke European Central Bank (ECB) dan Bank of Japan (BoJ). Mata uang euro dan yen kembali menguat melawan dolar AS, yang tentunya memberikan tekanan bagi ECB dan BOJ untuk melonggarkan kebijakan moneter guna meredam apresiasi yang berlebihan.
Kurs yen bahkan saat ini mencapai level terkuat tujuh bulan, yang membuat Kementerian Keuangan Jepang, BOJ, serta Otoritas Jasa Keuangan (FSA) Jepang mengadakan pertemuan dadakan untuk membahas pergerakan yen yang dikatakan membuat gugup pasar finansial.
Melihat semua background yang mendukung, emas sepertinya memang 'ditakdirkan' untuk terus menguat. Namun, apakah mampu mengulang kembali siklus kenaikan seperti satu dekade lalu?
Sebelum berangan-angan emas bisa mencapai rekor tertinggi US$ 1.920/troy ounce, ada baiknya melihat potensi pergerakan emas dalam jangka pendek. Simak analisisnya di halaman berikut.