Equity World | Wall Street Ditutup Cerah, IHSG Tancap Gas Hari Ini?
Equity World | Pada perdagangan Senin (19/9/2022) kemarin pasar keuangan Indonesia ditutup bervariatif, dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona hijau dan rupiah melemah di hadapan dolar AS.
Equity World | Harap Sabar, Harga Emas Naga-naganya Masih Sulit Bangkit
Indeks acuan utama bursa domestik, kemarin ditutup menguat 0,37% ke posisi 7.195,49. Meski demikian, perdagangan tidak serta merta mulus, dengan IHSG sempat beberapa kali bergerak di zona merah.
Pada awal perdagangan sesi I, IHSG dibuka menguat 0,42%, namun selang lima menit setelah dibuka, IHSG sempat terkoreksi 0,12% ke posisi 7.160,87. Setelah terkoreksi, IHSG kembali bangkit, lalu kembali sempat tersungkur di zona merah pada awal pembukaan sesi kedua.
IHSG kemudian bergerak ke atas dan melompat ke harga tertinggi harian jelang akhir perdagangan di 7.231,42, sebelum akhirnya kenaikan terpangkas pada bel penutupan perdagangan kembali ke level psikologis 7.100.
Nilai transaksi indeks pada hari kemarin masih tergolong ramai atau mencapai sekitar Rp 15 triliun, namun turun signifikan dari rata-rata harian pekan lalu yang mencapai lebih dari Rp 20 triliun. Sebanyak 32 miliaran saham yang berpindah tangan 1,3 juta kali, dengan 208 saham terapresiasi, 354 saham terdepresiasi, dan 142 saham lainnya stagnan.
Saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya pada hari ini, yakni hingga mencapai Rp 1,2 triliun. Kemudian disusul oleh saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan nilai transaksi secara berurutan sebesar Rp 883,6 miliar dan Rp 634,8 miliar.
Meski hanya mampu menguat tipis, kinerja bursa domestik kemarin lebih baik dari mayoritas saham regional atau Asia-Pasifik yang masih lesu. Indeks Hang Seng Hong Kong merosot 1,04%, Shanghai Composite China melemah 0,35%, Straits Times Singapura terkoreksi 0,37%, ASX 200 Australia terpangkas 0,28%, dan KOSPI Korea Selatan ambles 1,14%.
Pada perdagangan hari ini, sentimen pasar masih cenderung mengarah negatif, di mana bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street terkoreksi tajam pada pekan lalu. Tiga indeks saham acuan Wall Street kompak melemah dengan koreksi lebih dari 4% pekan lalu.
Selain itu pelaku pasar tampaknya masih mengukur langkah dan dengan seksama menantikan keputusan Bank Indonesia dan sejumlah bank sentral utama terkait kebijakan moneter terbaru untuk menaikkan atau menahan suku bunga acuan dalam upaya menjinakkan inflasi yang semakin liar.
Kondisi yang lebih suram datang dari pasar keuangan lain, di mana kemarin kembali rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) dan selangkah lagi berisiko menembus kembali level psikologis Rp 15.000/US$.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan. Tetapi tidak lama langsung melemah, bahkan sempat menyentuh Rp 14.988/US$ atau melemah 0,25% di pasar spot.
Untungnya saat penutupan perdagangan, kerugian tersebut dapat dipangkas dengan rupiah berakhir di Rp 14.975/US$ atau melemah 0,17%.
Sama dengan yang terjadi di pasar ekuitas, pedagang juga masih menunggu keputusan bank sentral utama dunia.
The Fed hampir pasti akan menaikkan suku bunga secara agresif. Bahkan ada kemungkinan menaikkan suku bunga 100 basis poin dan menjadi alasan uta,a rupiah sulit menguat.
Sementara itu, bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) malah mengambil langkah berbeda dan memutuskan untuk memangkas suku bunganya.
PBoC pagi kemarin menurunkan suku bunga reverse repo 14 hari guna menambah likuiditas di perekonomian. Suku bunga tersebut diturunkan sebanyak 10 basis poin menjadi 2,15% dari sebelumnya 2,25%. Langkah penurunan suku bunga reverse repo 14 hari menjadi yang pertama sejak akhir Januari lalu.
Keputusan PBoC menjadi sedikit angin segar ke pasar yang pada akhirnya membuat rupiah mampu bertahan di bawah Rp 15.000/US$.