Equity World | Angin Segar dari Wall Street, IHSG Bisa Rebound?
Equity World | Pasar keuangan Indonesia ditutup cenderung beragam pada perdagangan Rabu (15/6), di mana investor masih wait and see jelang rilis keputusan suku bunga acuan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Pada Rabu (15/6), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ambles 0,61% ke posisi 7.007,05, IHSG sempat mencicipi zona hijau di awal perdagangan. Namun, hanya sebentar sebelum akhirnya bergerak melemah kembali.
Nilai perdagangan tercatat naik Rp 16,5 triliun dengan melibatkan lebih dari 30 miliar saham ketimbang pada perdagangan Selasa (14/6) yang hanya senilai Rp 15,637 triliun dengan melibatkan 25,143 miliar saham.
Sementara itu, Investor asing tercatat melakukan penjualan bersih (net sell) jumbo senilai Rp 685 miliar di pasar reguler. Meski begitu, nilai net sell tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan perdagangan pada hari sebelumnya di Rp 743 miliar.
Saham yang paling banyak dilepas adalah PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) dengan nilai penjualan bersih masing-masing sebesar Rp 231 miliar dan Rp 179 miliar.
IHSG, bukan satu-satunya indeks yang terkoreksi kemarin. Mayoritas bursa Asia-Pasifik juga ditutup melemah, di mana indeks KOSPI Korea Selatan ditutup ambles 1,83% ke 2.447,38, ASX 200 ambrol 1,27% ke 6.601, dan Nikkei tergelincir 1,14% ke posisi 26.326,16. Disusul oleh indeks Straits Times Singapura ditutup turun 0,1% ke 3.105,85.
Selain itu, rupiah lagi-lagi terkoreksi di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Padahal, rupiah sempat menguat di awal sesi perdagangan kemarin, sebelum akhirnya berbalik arah hingga berakhir melemah 0,31% ke Rp 14.740/US$ dan menjadi yang terlemah sejak 5 Oktober 2020.
Pelemahan rupiah telah berlangsung selama tiga hari beruntun dan telah mencatatkan koreksi sebanyak 1,3%.
Di pasar obligasi, harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup beragam kemarin, di mana SBN tenor 1,10,15 dan 25 tahun cenderung dilepas oleh investor dan ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield) dan harganya yang melemah.
Sebaliknya, di SBN tenor 3, 5, 20, dan 30 tahun ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield dan harganya yang menguat.
Dari dalam negeri, beberapa kabar baik terjadi pada perdagangan kemarin.
Salah satunya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa neraca perdagangan Indonesia masih surplus US$ 2,9 miliar. Dengan begitu, neraca perdagangan RI telah berlangsung selama 25 bulan beruntun.
Namun, jika dibandingkan dengan neraca dagang per April, surplus tersebut masih lebih rendah dari US$ 7,56 miliar dan juga jauh dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 lembaga yang mengharapkan surplus per Mei mencapai US$ 3,57 miliar.
Tidak hanya itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi telah melakukan perombakan (reshuffle) kabinet dengan melantik dua orang Menteri dan tiga wakil Menteri.
Target Jokowi dengan sosok baru di kabinet adalah menghindarkan Indonesia dari krisis pangan dan energi yang mengancam. Kehadiran politisi diharapkan juga memberikan dampak positif terhadap stabilitas politik.
Hal tersebut, nyatanya belum mampu mendongkrak performa IHSG dan rupiah. Pasar merespon netral terhadap kebijakan pemerintah. Sentimen pasar lebih didominasi oleh kabar dari eksternal menjelang keputusan suku bunga acuan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed)