Senin, 06 Maret 2023

Equity World | Menunggu Kabar Penting dari AS, Harga Emas Akan Labil

Equity World | Menunggu Kabar Penting dari AS, Harga Emas Akan Labil

Equity World | Jakarta, Harga emas melonjak pada pekan lalu. Namun, kinerja sang logam mulia akan menghadapi tantangan berat pada pekan ini karena banyaknya data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang akan keluar dalam lima hari ke depan.

Pada penutupan perdagangan pekan lalu, Jumat (3/3/2023), emas ditutup di posisi US$ 1.854,97 per troy ons. Harganya terbang 1,03%.

Secara keseluruhan, emas juga melonjak 2,4% pada pekan lalu. Penguatan tersebut memutus rekor buruk emas yang melandai selama empat pekan sebelumnya.

Kendati cemerlang pada pekan lalu, emas diperkirakan akan menghadapi perjalanan berat pekan ini. Sang logam mulia diperkirakan akan bergerak volatile.

Pada perdagangan hari ini, Senin (6/3/2023) pukul 06: 11 WIB, harga emas di posisi US$ 1.853,65 per troy ons. Harganya melemah tipis 0,07%.

Pekan ini, AS akan mengumumkan sejumlah data penting. Di antaranya adalah data ketenagakerjaan Februari yang dirilis Jumat (10/3/2023) serta laporan pembukaan lapangan kerja (JOLTS) per Januari dan Laporan Ketenagakerjaan Nasional ADP pada tengah pekan.

Agenda penting lain adalah pidato Chairman bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell di hadapan Komite Urusan Perbankan, Perumahan dan Perkotaan Senat dan Komite Layanan Keuangan DPR AS pada Selasa dan Rabu (7-8/3/2023).

Data tenaga kerja akan sangat menentukan arah kebijakan The Fed ke depan. Sementara itu, pidato Powell juga akan menjadi sinyal bagi kebijakan The Fed ke depan.

Analis TD Securities, Bart Melek, memperkirakan emas kemungkinan akan bergerak di kisaran US$ 1.830-1.850 per troy ons pekan ini.

Sebaliknya, analis OANDA Craig Erlam memperkirakan emas akan bergerak di kisaran US$ 1.780-1.800 per troy ons.

"Masih ada kemungkinan The Fed menjadi sangat hawkish dan ini tentu tidak baik bagi emas," tutur Erlam, dikutip dari Reuters.

Jumat, 03 Maret 2023

Equity World | Bursa Asia Kompak Melemah, Untung IHSG Perkasa!

Equity World | Bursa Asia Kompak Melemah, Untung IHSG Perkasa!

Equity World | Jakarta, Pasar saham Asia-Pasifik mayoritas mengalami koreksi pada hari Kamis (2/3/2023) setelah reaksi negatif investor terlihat pada indeks utama Wall Street, dengan mayoritas indeks ditutup melemah pada perdagangan.

Indeks Nikkei 225 turun 0,06% menjadi ditutup pada 27.499 karena investor mengkalibrasi ulang ekspektasi untuk kemungkinan puncak suku bunga AS.

Hang Seng tergelincir 100 poin atau 0,92% menjadi 20.429, di tengah aksi ambil untung setelah indeks melonjak lebih dari 4% pada penutupan di sesi sebelumnya menyusul data survei manufaktur China yang solid untuk Februari.

Shanghai Composite turun 0,05% menjadi ditutup pada 3.311, menghentikan kenaikan dua hari dan menghadapi tekanan dari kenaikan imbal hasil Treasury. Pelaku juga menantikan Kongres Partai Nasional yang dimulai akhir pekan ini untuk arah kebijakan.

Saham terakhir yang melemah yakni Strait Times Index, Singapura yang turun 0,62% menjadi 3.234,90.

Dilain sisi, ASX 200 Australia naik tipis 0,05% menjadi ditutup pada 7.255, menguat lebih jauh dari posisi terendah baru-baru ini, dibantu oleh kenaikan saham pertambangan dan energi di tengah penguatan harga komoditas.

Lalu, Indeks acuan tanah air - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan berakhir di 6.857,41 atau terapresiasi tipis 0,18%. Data menunjukkan bahwa inflasi Indonesia menurun secara bulanan dan aktivitas manufaktur masih ekspansif.

Aktivitas ekonomi di China kembali meningkat tajam selama dua bulan berturut-turut, dan mengirimkan sinyal awal bahwa negara tersebut mungkin akan bangkit lebih cepat dari yang diperkirakan setelah sempat terseret akibat pembatasan ketat selama pandemi.

Aktivitas manufaktur naik pada laju tercepat dalam lebih dari satu dekade pada Februari, sementara pesanan ekspor meningkat untuk pertama kalinya dalam hampir dua tahun, Biro Statistik Nasional mengatakan Rabu lewat laporan Purchasing Managers Index (PMI).

Kemarin, survei PMI tidak resmi versi Caixin yang mengukur aktivitas di lebih banyak sektor swasta dan perusahaan kecil juga menunjukkan peningkatan dalam pesanan, harga, pekerjaan dan rantai pasokan, dengan kepercayaan bisnis naik ke level tertinggi sejak Maret 2021.

Meski aktivitas perekonomian dari manufaktur hingga tampaknya telah berbalik tajam di China, efek limpahan ke seluruh Asia masih mungkin relatif masih terbatas. Akan tetapi, untuk jangka panjang ekonomi China yang diharapkan tumbuh lebih cepat tahun ini dapat memberikan dorongan bagi banyak negara, termasuk Indonesia.

Tahun lalu ekonomi China hanya tumbuh 3%, salah satu tingkat paling lambat dalam beberapa dekade, karena pandemi menyebabkan penutupan pabrik, menekan penjualan rumah, dan menggerus konsumsi rumah tangga. Tahun ini dengan data ekonomi terbaru yang ciamik China diharapkan mampu melampaui target pertumbuhan 5% yang telah direncanakan sebelumnya.

Kemudian dari AS, aktivitas manufaktur kembali mengalami kontraksi pada Februari dan memperpanjang kontraksi beruntun menjadi empat bulan. Meski demikian, kontraksi ini tidak secepat yang diharapkan oleh ekonom dan analis dengan pabrik yang disurvei menyebut saat ini terlihat adanya tanda-tanda peningkatan permintaan dan percepatan kenaikan harga di bulan-bulan mendatang.

Data ekonomi yang masih relatif tangguh tersebut ditakutkan akan mendorong The Fed untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut dan menjaganya tetap tinggi demi meredam inflasi.

Investor Wall Street merespons negatif data PMI AS terbaru tersebut, dengan mayoritas indeks utama ditutup melemah pada perdagangan Rabu (1/3). S&P 500 dan indeks padat teknologi Nasdaq masing-masing ditutup melemah 0,47% dan 0,66%. Sementara itu indeks blue chip Dow Jones bergerak datar dengan penguatan tipis 0,02%.

Kamis, 02 Maret 2023

Equity World | Harga Emas Dunia Hari Ini Naik Tipis ke USD 1.837 per Ons

Equity World | Harga Emas Dunia Hari Ini Naik Tipis ke USD 1.837 per Ons

Equity World | Jakarta, Harga emas naik 1 persen pada perdagangan Rabu karena data ekonomi China yang kuat membengkokkan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) dan mendorong permintaan fisik yang lebih baik dari konsumen emas batangan atau bullion. Hal ini meskipun risiko kenaikan suku bunga AS membatasi kenaikan harga emas.

Dikutip dari CNBC, Kamis (2/3/2023), harga emas dunia di pasar spot naik 0,54 persen ke level USD 1.837,05 per ons, setelah sebelumnya melonjak ke USD 1.844,5 yang tercatat sebagai level tertinggi dalam seminggu.

Sementara harga emas berjangka AS ditutup naik 0,5 persen pada level USD 1.845,40.

Direktur Perdagangan Logam di High Ridge Futures David Meger menyatakan, dengan data ekonomi yang kuat dari China dan beberapa negara ingin melanjutkan kenaikan suku bunga, membuat kurs dolar melemah terhadap mata uang lainnya dan memberikan beberapa dukungan ke pasar emas.

Kurs dolar mencapai level terendah satu minggu sebelumnya hari ini setelah yuan China naik karena aktivitas manufaktur negara berkembang pada laju tercepat sejak April 2012.

Karena emas dihargai dalam dolar AS, mata uang yang lebih lemah membuatnya lebih terjangkau bagi pembeli asing.

Kenaikan harga hari ini datang setelah emas batangan membukukan bulan terburuk sejak Juni 2021 pada Februari, setelah data menunjukan ekonomi AS yang lebih tangguh. Ini menunjukkan bahwa bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) dapat memberikan lebih banyak kenaikan suku bunga untuk mengekang inflasi.

Suku bunga yang lebih tinggi untuk mengendalikan harga konsumen meredupkan selera emas karena tidak membayar bunga terhadap imbal hasil obligasi.

Laporan ketenagakerjaan dan harga konsumen AS dalam dua minggu ke depan akan membantu investor untuk mengukur jalur suku bunga.

Rabu, 01 Maret 2023

Equity World | Wall Street Melemah di Perdagangan Terakhir Februari

Equity World | Wall Street Melemah di Perdagangan Terakhir Februari

Equity World | JAKARTA. Wall Street ditutup melemah di perdagangan terakhir bulan Februari. Tiga indeks utama Wall Street pun mencatat penurunan bulanan. Investor terus menilai apakah suku bunga akan tetap tinggi untuk jangka waktu yang lama.

Selasa (28/2), Dow Jones Industrial Average melorot 0,71% ke 32.656,70. Indeks S&P 500 melemah 0,30% ke 3.970,15. Sedangkan Nasdaq Composite turun 0,10% ke 11.455,54.

Menurut data Bloomberg, Dow Jones mengakumulasi penurunan 4,19% sepanjang Februari. Pada periode yang sama indeks S&P 500 melemah 2,61% dan Nasdaq turun 1,11%.

Setelah kinerja yang kuat di bulan Januari, pasar saham tertekan di bulan Februari. Data ekonomi dan komentar dari pejabat Federal Reserve Amerika Serikat (AS) mendorong pelaku pasar untuk mempertimbangkan kembali kemungkinan bank sentral akan menaikkan suku bunga ke tingkat yang lebih tinggi dari perkiraan pasar. Federal Reserve pun diperkirakan akan mempertahankan suku bunga di angka yang lebih tinggi pada periode yang lebih lama dari prediksi semula.

"Kekuatan Fed jauh lebih bisa bertahan daripada daya tahan investor sehingga kembali ke mantra lama apakah Anda benar-benar ingin melawan Fed dalam hal ini," kata Johan Grahn, kepala strategi pasar ETF di Allianz Investment Management di Minneapolis kepada Reuters.

Trader pasar uang telah mulai memperkirakan kemungkinan kenaikan suku bunga 50 basis poin yang lebih besar pada bulan Maret, meskipun peluang kenaikan hanya 23%, menurut Fed Fund futures. Produk berjangka ini memperkirakan suku bunga memuncak di level 5,4% pada bulan September, naik dari 4,57% Sekarang.

BofA Global Research memperingatkan The Fed bahkan dapat menaikkan suku bunga hingga hampir 6%. Tapi data ekonomi pada hari Selasa menunjukkan pembacaan kepercayaan konsumen secara tak terduga turun pada bulan Februari. Sementara ukuran harga rumah melambat lebih lanjut pada bulan Desember.

Indeks Dow Jones yang berisi saham-saham blue chip turun terbebani oleh penurunan Goldman Sachs. CEO Goldman Sachs David Solomon mengatakan bank sedang mempertimbangkan alternatif strategis untuk bisnis perbankan konsumen.

Presiden Fed Chicago Austan Goolsbee mengatakan Fed harus melengkapi data tradisional pemerintah dan pembacaan dari pasar keuangan dengan pengamatan real-time kondisi ekonomi di lapangan jika ingin membuat kebijakan yang baik, dan tidak bergantung pada reaksi pasar.