Equityworld Futures | Menguat Hampir 2 Persen Selama Sepekan, Begini Prospek Harga Emas
Equityworld Futures | Harga emas dunia kembali menguat seiring dengan pelemahan imbal hasil US Treasury, nilai tukar dolar AS, dan rencana China untuk kembali membuka impor logam mulia ini. Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan akhir pekan lalu Jumat (16/4/2021), harga emas di pasar Spot ditutup menguat 0,71 persen pada level US$1.776,51 per troy ounce. Hasil tersebut membawa harga emas menguat 1,87 persen sepanjang pekan ini, atau catatan terbaik sejak Desember tahun lalu. Sementara itu, harga emas Comex juga terpantau menguat 0,76 persen pada posisi US$1.780,20 per troy ounce.
Setelah diperdagangkan dalam rentang yang sempit, harga emas mulai menguat seiring dengan nilai tukar dolar AS dan obligasi AS yang mencatatkan pelemahan pada pekan ini. Penurunan imbal hasil obligasi mendorong kenaikan daya tarik aset emas, yang tidak menawarkan bunga apapun.
Pelemahan nilai tukar dolar AS tidak hanya berdampak positif bagi harga emas, tetapi juga mayoritas komoditas bahan mentah. Hal tersebut terlihat dari pergerakan Indeks Komoditas Bloomberg yang mencetak pekan terbaiknya sepanjang tahun ini. Harga emas juga mulai menunjukkan tanda-tanda keluar dari tren pelemahan selama 3 bulan beruntun. Harga logam mulia ini naik di atas rerata pergerakan harian (moving average) 50 harinya pada Kamis lalu.
Harga emas mendekati level tertinggi 7 pekan, Senin (19/4) pagi | Equityworld Futures
Head of Commodities Research di Saxo Bank Ole Hansen mengatakan,kinerja emas yang positif pada pekan ini didukung oleh pelemahan imbal hasil US Treasury yang tidak terduga. Tren ini juga ditopang oleh pelemahan dolar AS.
“Harga emas yang menguat merupakan indikator awal kenaikan minat investor untuk masuk ke aset emas,” jelasnya dikutip dari Bloomberg, Minggu (18/4/2021). Analis Commerzbank AG Daniel Briesemann mengatakan sentimen lain yang mempengaruhi kenaikan harga emas adalah komentar Gubernur The Fed Jerome Powell terkait kelanjutan kebijakan moneter yang dovish. Hal ini dinilai mampu mengimbangi dampak rilis data ekonomi AS dan China yang berada di atas ekspektasi. Adapun sejumlah data yang mengindikasikan pemulihan ekonomi AS adalah kenaikan penjualan eceran sebesar 9,8 persen pada Maret lalu. Selain itu, angka pengangguran pada pekan lalu juga tercatat menurun sebanyak 200 ribu. Briesemann mengatakan pelaku pasar mempercayai pernyataan The Fed yang tidak akan bereaksi berlebihan terhadap rilis data ekonomi yang positif tersebut. The Fed dinilai akan mentoleransi perekonomian yang menjadi terlalu panas. “Meski demikian, harga emas belum dapat menguat secara signifikan dan berkelanjutan. Hal ini disebabkan oleh minimnya dukungan dari investor finansial yang tercermin dari pembalikan tren pada kepemilikan exchange traded funds [ETF] emas,” jelasnya. Berdasarkan data Bloomberg, total kepemilikan ETF emas telah terkoreksi 7 persen pada tahun ini ke 99,3 juta ounces. Jumlah tersebut merupakan level kepemilikan terendah sejak 20 Mei 2020. Total net sell ETF emas sepanjang tahun ini telah mencapai 7,49 juta ounces. Sementara itu, Chief Market Analyst AvaTrade Naeem Aslam menyebutkan data penjualan eceran AS yang positif kini memperkuat keyakinan pasar terhadap prospek harga emas. “Momentum penguatan harga emas kini semakin kuat setelah melemahnya indeks dolar AS dan pernyataan The Fed bahwa tingkat suku bunga tidak akan naik dalam beberapa waktu ke depan,” jelas Aslam. Di sisi lain, Managing Partner di Altavest, Michael Armbruster mengatakan memanasnya tensi geopolitik antara AS dengan China dan Rusia turut meningkatkan daya tarik emas sebagai aset safe haven. Tensi politik antara AS dan China terkait masalah Taiwan semakin tinggi, dan pemerintahan Presiden AS Joe Biden yang telah mengusir sejumlah diplomat Rusia. Biden juga mengeluarkan sejumlah sanksi kepada individu dan perusahaan menyusul upaya Rusia untuk menyabotase hasil pemilihan umum AS tahun lalu. “AS mengambil kebijakan yang tegas dengan China serta Rusia. Hal ini kemungkinan merupakan indikasi pertama bahwa pasar akan memperhitungkan risiko baru. Sejauh ini, pasar saham cenderung melupakan sentimen ini,” jelas Armbruster. Senada, Senior Research Analyst di FXTM Lukman Otunuga menyebutkan, memanasnya tensi politik Rusia dan AS semakin membuka peluang penguatan harga emas yang berkelanjutan Ia menambahkan, selain pelamahan dolar AS dan obligasi AS, kenaikan harga emas juga disebabkan oleh memburuknya penyebaran virus Corona di wilayah Eropa. Hal tersebut semakin meningkatkan risiko melambatnya pemulihan ekonomi. “Apabila imbal hasil US Treasury dan nilai dolar AS terus melemah dalam beberapa pekan mendatang, maka harga emas dapat terdorong menuju level US$1.800 per troy ounce,” jelasnya. Sentimen lain yang berimbas pada reli harga emas adalah kebijakan pemerintah China yang memperbolehkan bank domestik dan internasional untuk mengimpor emas dalam jumlah yang lebih banyak. Bank sentral China, People’s Bank of China (PBOC), dikabarkan telah memperbolehkan impor 150 ton logam mulia ini dengan nilai sekitar US$8,5 miliar. Pengiriman emas tersebut dikabarkan akan terjadi pada bulan ini. Peningkatan permintaan emas dari Negeri Panda sudah terjadi pada awal tahun ini, terutama menjelang Imlek. Jumlahnya lebih dari 2 kali lipat periode yang sama pada 2020. Bulan lalu, Metals Focus memproyeksi permintaan emas dari negara tersebut akan bertumbuh hampir 30 persen pada 2021. Founder Traderindo.com Wahyu Laksono menyebutkan pemikiran pasar saat ini mengalami pergerseran dari ancaman imbal hasil obligasi AS ke harapan pemulihan ekonomi global serta proses vaksinasi virus Corona. “Pasar juga merespons dengan tenang terkait sikap The Fed soal inflasi temporer,” jelasnya saat dihubungi pada Minggu (18/4/2021). Wahyu melanjutkan seiring dengan meredanya kecemasan terkait penguatan imbal hasil obligasi AS, maka harga emas mengalami kenaikan. Pola ini merupakan kebalikan dari tren pergerakan yang terjadi sejak awal tahun 2021 hingga Maret lalu. Ia memaparkan pergerakan harga emas saat ini telah melewati fase konsolidasi bearish-nya di US$1.770 per troy ounce. Meski demikian, Wahyu mengatakan potensi pelemahan harga emas masih terbuka. Menurutnya, untuk menambah momentum dan memperkuat sentimen bullish, harga emas perlu menembus kisaran US$1.815 per troy ounce. Sebelum dapat menguji level tersebut, maka emas masihberpotensi terkonsolidasi ke area US$1.670 per troy ounce hingga US$1.770 per troy ounce. “Sepanjang semester I/2021, harga emas akan bergerak di kisaran US$1.600 hingga US$1.900 per troy ounce,” pungkasnya.