Senin, 26 Desember 2022

Equity World | Sentimen Cenderung Sepi, Tapi Bursa Asia Dibuka Cerah

Equity World | Sentimen Cenderung Sepi, Tapi Bursa Asia Dibuka Cerah

Equity World | Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung menguat pada perdagangan Senin (26/12/2022), di tengah cenderung sepinya sentimen pasar pada hari ini karena beberapa negara masih libur dalam rangka Natal 2022.

Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka menguat 0,25% dan Shanghai Composite China naik 0,17%.

Sedangkan untuk indeks KOSPI Korea Selatan dibuka turun tipis 0,08% pada perdagangan hari ini.

Sementara untuk pasar saham Australia, Hong Kong, dan Singapura pada hari ini tidak dibuka karena masih libur panjang dalam rangka Natal 2022.

Di lain sisi, bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada pekan lalu cenderung cerah, meski secara harian cenderung volatil.

Pada Jumat akhir pekan lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,53%, S&P 500 terapresiasi 0,59%, dan Nasdaq Composite naik 0,21%.

Sepanjang pekan lalu, Dow Jones melesat 1,36% dan S&P 500 menguat 0,71%. Namun Nasdaq melemah 0,46%.

Kekhawatiran resesi telah muncul kembali baru-baru ini, menghancurkan harapan beberapa investor untuk reli akhir tahun dan menyebabkan kerugian besar pada bulan Desember.

Investor khawatir bahwa pengetatan berlebihan dari bank sentral di seluruh dunia dapat memaksa ekonomi mengalami penurunan.

Pada akhir pekan lalu, inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) periode November 2022 resmi dirilis dan sempat mempengaruhi pergerakan Wall Street.

Inflasi inti PCE pada bulam November dilaporkan tumbuh 4,7% secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih tinggi dari perkiraan ekonom sebesar 4,6% (yoy).

Inflasi inti PCE merupakan acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneternya. Sehingga, inflasi yang lebih tinggi dari ekspektasi mempertegas sikap The Fed untuk terus menaikkan suku bunga hingga awal tahun depan.

"Data inflasi yang kita lihat pada Oktober dan November menunjukkan penurunan kenaikan harga secara bulanan. Tetapi masih diperlukan bukti yang substansial agar yakin inflasi berada pada jalur penurunan," kata ketua The Fed, Jerome Powell dalam konferensi pers Kamis pekan lalu.

Pernyataan Powell tersebut mengindikasikan kampanye The Fed menurunkan inflasi masih jauh dari kata selesai, suku bunga meski sudah berada di level tertinggi dalam 15 tahun terakhir akan kembali dinaikkan dan ditahan pada level tinggi dalam waktu yang lama.

Alhasil, resesi tak terhindarkan.

Ekonom Bank of America memprediksi Negeri Paman Sam akan mengalami resesi di juga di kuartal I-2023, saat PDB-nya mengalami kontraksi 0,4%.

"Kabar buruknya di 2023, proses pengetatan moneter akan menunjukkan dampaknya ke ekonomi," kata Savita Subramanian, ekonom Bank of America, sebagaimana dilansir Business Insider, akhir November lalu.

Sementara itu investor ternama, Michael Burry, memprediksi Amerika Serikat akan mengalami resesi selama beberapa tahun.

"Strategi apa yang bisa mengeluarkan kita dari resesi? Kekuatan apa yang bisa membawa kita keluar? Tidak ada. Kita akan mengalami resesi bertahun-tahun," kata Burry dalam cuitannya di Twitter, sebagaimana dilansir Business Insider.

Harapan akan terjadinya 'Santa Claus Rally' kini semakin meredup.

Untuk diketahui, 'Santa Claus Rally' merupakan sebuah reli di pasar saham AS yang terjadi pada 5 perdagangan terakhir di bulan Desember hingga 2 hari perdagangan pertama di bulan Januari.

Adapun perdagangan Wall Street pada tahun ini tinggal bersisa empat hari, yakni pada Selasa hingga Jumat. Sedangkan Senin pekan ini, Wall Street masih libur dalam rangka Natal 2022.

'Santa Claus Rally' seharusnya dimulai pada pekan ini. Jika pekan ini pergerakan Wall Street cenderung flat atau masih membentuk tren bearish, maka fenomena ini dapat dikatakan tidak terjadi pada tahun ini.

Namun sebaliknya, jika Wall Street kembali rebound dan cenderung membentuk tren bullish, maka 'Santa Claus Rally' benar-benar terjadi kembali pada tahun ini.

Jumat, 23 Desember 2022

Equity World | Wall Street Memerah Tertekan Kekhawatiran Sikap Hawkish The Fed

Equity World | Wall Street Memerah Tertekan Kekhawatiran Sikap Hawkish The Fed

Equity World | NEW YORK. Indeks utama Wall Street melorot pada hari Kamis setelah data ekonomi AS memperburuk kekhawatiran atas berlanjutnya pengetatan kebijakan Federal Reserve.

Pada pukul 09:50 ET, Dow Jones Industrial Average turun 331,19 poin, atau 0,99%, ke 33.045,29 sementara S&P 500 turun 50,70 poin, atau 1,31%, ke 3.827,74. Di sisi lain, Nasdaq Composite turun 197,23 poin, atau 1,84 % ke level 10.512,14.

Sejumlah saham megacap yang sensitif terhadap suku bunga seperti Apple Inc, Microsoft Corp dan Amazon.com Inc telah menekan indeks saham teknologi dan konsumen discretionary.

Perkiraan akhir PDB AS kuartal ketiga mengungkapkan produk domestik bruto meningkat 3,2% secara tahunan, di atas perkiraan sebelumnya sebesar 2,9%.

Sementara itu, laporan Departemen Tenaga Kerja menunjukkan jumlah orang Amerika yang mengajukan tunjangan pengangguran meningkat menjadi 216.000 pada minggu lalu alias jauh di bawah perkiraan ekonom sebesar 222.000. Hal ini menunjukkan pasar tenaga kerja yang masih ketat.

"Data PDB mengalahkan banyak ekspektasi. Hal ini kemungkinan akan mengharuskan Fed untuk tetap hawkish dan mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama," Sam Stovall, kepala ahli strategi investasi di CFRA Research di New York, kata.

Kekhawatiran resesi setelah kenaikan suku bunga berkepanjangan bank sentral AS telah sangat membebani pasar ekuitas tahun ini.

The Fed mengeluarkan nada hawkish minggu lalu pada pertemuan kebijakan dengan mengatakan bahwa mereka mengharapkan suku bunga tetap lebih tinggi lebih lama telah memicu aksi jual di pasar saham.

Kamis, 22 Desember 2022

Equity World | Harga Emas Dunia Stagnan di Level USD1.800

Equity World | Harga Emas Dunia Stagnan di Level USD1.800

Equity World | Harga emas tak berubah pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), tetap bertengger di atas level psikologis USD1.800 setelah mengalami koreksi menyusul kenaikan yang kuat pada hari perdagangan sebelumnya di tengah melemahnya greenback.
 
Dikutip dari Antara, Kamis, 22 Desember 2022, kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Februari di divisi Comex New York Exchange tidak berubah dari hari perdagangan sebelumnya menjadi ditutup pada USD1.825,40 per ons, setelah diperdagangkan menyentuh level tertinggi sesi di USD1.829,60 dan terendah di USD1.821,30.
 
Emas berjangka melonjak USD27,70 atau 1,54 persen menjadi USD1.825,40 pada Selasa, 20 Desember 2022, setelah tergelincir USD2,50 atau 0,14 persen menjadi USD1.797,70 pada Senin, 19 Desember 2022, dan terangkat USD12,4 atau 0,69 persen menjadi USD1.800,20 pada Jumat, 16 Desember 2022.

Harga emas membukukan kenaikan kuat sehari sebelumnya, karena dolar turun tajam terhadap sejumlah mata uang, meskipun prospek logam kuning tetap tidak pasti di tengah kenaikan suku bunga dan kekhawatiran resesi.
 
Dolar AS mundur dari level terkuatnya dalam beberapa dekade mulai awal November. Para analis pasar berpendapat bahwa tren penurunan dolar ini dapat berlanjut, dan emas dapat naik lebih jauh di tahun depan.

Data ekonomi yang dirilis pada Rabu, 21 Desember 2022 beragam. National Association of Realtors melaporkan penjualan rumah yang ada atau existing-home di AS anjlok 7,7 persen ke tingkat tahunan yang disesuaikan secara musiman sebesar 4,09 juta unit pada November, level terendah sejak Mei 2020.
 
The Conference Board melaporkan indeks kepercayaan konsumen naik menjadi 108,3 pada Desember, naik dari 101,4 pada November. Rebound tajam mendorong indeks ke level tertinggi sejak April.
 
Investor juga sedang menunggu rilis data inflasi utama AS yang akan keluar pada Jumat, 23 Desember 2022 untuk petunjuk langkah kebijakan Federal Reserve selanjutnya.
 
Logam mulia lainnya, perak untuk pengiriman Maret turun 7,7 sen atau 0,32 persen menjadi ditutup pada USD24,194 per ons. Platinum untuk pengiriman Januari turun USD11 atau 1,09 persen menjadi menetap di USD1.002 per ons.

Rabu, 21 Desember 2022

Equity World | Bursa Wall Street Mulai Rebound Efek Kebijakan Bank Sentral Jepang

Equity World | Bursa Wall Street Mulai Rebound Efek Kebijakan Bank Sentral Jepang

Equity World | Bursa saham Wall Street, Amerika Serikat mulai berbalik menguat (rebound) setelah terkapar selama empat hari perdagangan berturut-turut.

Data perdagangan menunjukkan, indeks Dow Jones Industrial Average (.DJI) naik 92,2 poin, atau 0,28%, menjadi 32.849,74. Indeks S&P 500 juga naik 3,96 poin, atau 0,10%, menjadi 3.821,62 dan indeks Nasdaq Composite bertambah 1,08 poin, atau 0,01%, menjadi 10.547,11.  

Bursa Wall Street melaju di zona hijau di tengah kekhawatiran pelaku pasar mengenai rencana The Federal Reserve untuk terus menaikkan suku bunga. Selain itu, imbal hasil obligasi pemerintah AS meningkat tenor sepuluh tahun berada di level tertingginya dalam tiga pekan di 3,71% setelah setelah perubahan kebijakan moneter Bank of Japan (BoJ) yang mengejutkan.

Saat negara-negara lain mengerek suku bunga acuan mengikuti The Fed, bank sentral Jepang justru tetap mempertahankan suku bunga rendah di minus 0,1%. Akan tetapi, BoJ mengerek yield curve control, dari sebelumnya 25 basis poin menjadi 50 basis poin.  

"Berita Bank of Japan menggerakkan pasar obligasi dan terus berdampak," kata Chris Zaccarelli, Chief Investment Officer, Independent Advisor Alliance, Charlotte, NC, seperti dikutip dari Reuters.

Investor juga mengkhawatirkan tentang musim pendapatan kuartal saat ini dan belanja liburan musim dingin. "Kami melakukannya dengan harapan yang cukup masuk akal, tetapi pengecer harus melakukan penjualan besar-besaran," kata Carol Schleif, Wakil Kepala Investasi, kantor keluarga BMO di Minneapolis, Minnesota.

Hal ini terefleksi dari kinerja saham General Mills Inc yang merosot 4,6% setelah penjualan triwulanan pada bisnis hewan peliharaan bermargin tinggi terpukul karena pengecer utama mengurangi inventaris, membayangi peningkatan pendapatan setahun penuh dan perkiraan penjualan.

Sedangkan, saham Tesla Inc anjlok 8% setelah setidaknya tiga broker memangkas harga target pembuat kendaraan listrik di tengah meningkatnya kekhawatiran akan kelemahan permintaan dan risiko dari perjuangan Kepala Eksekutif Elon Musk di Twitter.

Schleif mencatat, investor waspada setelah tahun yang bergejolak di pasar saham dengan S&P berada di jalur penurunan tahunan terbesar sejak krisis keuangan 2008. "Orang-orang telah menyerahkan kepala mereka kepada mereka sepanjang tahun dan mereka tidak cukup percaya diri untuk mau turun tangan," katanya.

"Itulah yang menyebabkan ini mendorong saya menarik Anda semacam pasar di mana itu naik sedikit turun sedikit dan sangat sulit bagi segmen publik investasi mana pun untuk ingin membuat narasi bahwa mereka akan menaruh banyak uang di belakang."  

Sementara itu, data menunjukkan pembangunan rumah di AS jatuh ke level terendah 2,5 tahun pada bulan November dan izin untuk konstruksi di masa depan anjlok karena tingkat hipotek yang lebih tinggi terus menekan aktivitas pasar perumahan.