Equity World | Wow, Bakteri Sudah Kebal Antibiotik
Equity World | Kasus infeksi bakteri yang kebal antibiotik semakin mengkhawatirkan. Yang terbaru, seorang wanita di Amerika Serikat meninggal dunia karena infeksi yang dialaminya tidak bisa diobati oleh hampir semua jenis antibiotik yang ada di AS.
Wanita berusia 70 tahun asal Nevada itu awalnya mengalami cedera kaki di India dan infeksinya sampai ke tulang dan menjalar ke bagian panggul. Ia pun dipindah ke AS dan ketika itu kondisinya sudah sangat parah.
Sistem imun wanita tersebut bekerja keras melawan infeksi yang menyebabkan peradangan di seluruh tubuhnya. Ia pun meninggal karena shock skeptik atau lonjakan reaksi sistem kekebalan tubuh.
Sampel infeksi yang dialaminya lalu dites oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (CDC). Hasilnya, ia terinfeksi Klebsiella pneumoniae, yang normalnya hidup di usus dan tidak menyebabkan penyakit.
Walau CDC mengatakan kasus resistensi pada semua jenis antibiotik sangat langka, tetapi kasus ini menjadi pengingat bahaya dari "mimpi buruk bakteri".
"Walau kasusnya sangat jarang, tapi di masa depan ini akan jadi hal umum. Hal ini terjadi karena wanita itu pernah dirawat berulang kali di rumah sakit India dan perjalanan global membuat kasus semacam ini akan meningkat," kata Dr.David Brown ilmuwan dari Antibiotik Research Inggris.
Masalah besar
Resistensi antibiotik alias kuman dan bakteri yang tidak lagi mempan oleh obat diperkirakan akan menjadi penyebab kematian utama, melebihi kanker, di tahun 2050.
Jenis infeksi yang kebal obat termasuk strain baru E.coli, malaria dan tuberkulosis, telah membunuh 700.000 orang tahun ini. Tetapi angkanya bisa meningkat menjadi 10 juta jika tidak ada tindakan nyata untuk mengatasi masalah ini.
Ada berbagai faktor yang membuat kasus resistensi antibiotik menjadi meningkat, salah satunya adalah penggunaan antibiotik yang tidak rasional (berlebihan, dosisnya kurang, atau tidak tepat) selama bertahun-tahun.
Selain itu, penggunaan antibiotik di peternakan dan perikanan, serta pengendalian infeksi yang lemak di rumah sakit, memperburuk kondisi ini.
Kebanyakan orang yang terinfeksi bakteri kebal obat, misalnya saja Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), terjadi di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, misalnya pusat dialisis, atau menggunakan alat medis yang menyebabkan ada luka terbuka di kulit.
Tak kalah menarik kunjungi juga : Equity World
Untuk mencegah resistensi antibiotik, masyarakat hendaknya lebih bijaksana dalam menggunakan obat ini. Antibiotik adalah obat keras yang ditujukan untuk mengobati penyakit akibat bakteri, bukan virus.
Kamis, 19 Januari 2017
Rabu, 18 Januari 2017
Cara Mudah Kurangi Konsumsi "Junk Food"
PT Equityworld | Cara Mudah Kurangi Konsumsi "Junk Food"
PT Equityworld | Bahkan bagi yang terbiasa makan sehat, jujur saja sulit melawan kelezatan kue cokelat, kentang goreng, burger atau pun donat yang ditawarkan ke hadapan Anda. Iman langsung runtuh melawan godaan nikmat itu.
Menurut sebuah riset baru, cara terbaik melawan situasi itu adalah mengambil sendiri daripada disajikan orang lain. Hasil penelitian yang diterbitkan di Journal of Marketing Research itu mengungkapkan, seseorang jadi makan lebih sedikit makanan tak sehat ketika mengambil sendiri daripada diambilkan orang lain sepiring penuh.
"Kami menemukan ketika peserta penelitian diberi pilihan apakah akan atau tidak mengonsumsi camilan yang dipandang kurang sehat, mereka punya kecenderungan lebih besar mengonsumsi ketika lebih sedikit keterlibatan fisik dibutuhkan untuk mengambil makanan tersebut," kata peneliti Linda Hagen, Aradhna Krishna dan Brent McFerran.
Jadi ketika makan junk food harus membuat Anda berusaha misalnya berdiri, pergi ke meja dan memilih sendiri cokelat-cokelat yang ada, maka Anda cenderung makan lebih sedikit daripada diberi sepiring oleh orang lain.
"Kami menyimpulkan perilaku ini terjadi karena lebih sedikit kegiatan fisik terlibat dalam penyajian makanan membuat si peserta menolak tanggung jawab atas tindakan makan tak sehat. Kita merasa jika seseorang menyuguhkan makanan enak, itu bukan salah kita, kan?," katanya.
Menariknya, peneliti menemukan hal yang sama tidak berlaku pada makanan sehat.
Untuk sampai pada kesimpulan itu, peneliti melakukan lima eksperimen berbeda. Sukarelawan dibawa ke laboratorium dimana ada Reese's Pieces (sejenis cokelat warna-warni M&M) ditinggalkan di meja untuk dimakan mereka.
Metoda penyajian berbeda juga diuji. Ketika cokelat ditaruh di mangkuk besar agar sukarelawan mengambil sendiri, tak ada yang mengambil.
Tak kalah menarik kunjungi juga : PT Equityworld
Namun ketika cokelat itu disajikan dalam mangkuk kecil, sekitar sepertiga peserta memakannya.
Jadi jika ingin makan lebih sedikit junk food, mungkin jawabannya adalah menyajikan makanan dengan cara yang mengharuskan kita mengukur sendiri porsi karena kita tampaknya malas untuk melakukannya.
Namun ketika cokelat itu disajikan dalam mangkuk kecil, sekitar sepertiga peserta memakannya.
Jadi jika ingin makan lebih sedikit junk food, mungkin jawabannya adalah menyajikan makanan dengan cara yang mengharuskan kita mengukur sendiri porsi karena kita tampaknya malas untuk melakukannya.
Selasa, 17 Januari 2017
Meninggal Mendadak Setelah Olahraga, Apa Sebabnya?
Equityworld Futures | Meninggal Mendadak Setelah Olahraga, Apa Sebabnya?
Equityworld Futures | Beberapa kali kita pernah mendengar kasus seorang atlet yang meninggal mendadak setelah melakukan latihan olahraga. Padahal, anggapan umum terhadap atlet adalah orang yang sehat. Lantas kenapa mereka bisa meninggal secara mendadak?
Salah satu penyebab kematian mendadak pada atlet adalah berhentinya kerja jantung secara tiba-tiba. Kejadian tersebut dipicu oleh olahraga dengan intensitas tinggi yang dilakukan dalam waktu lama.
Dokter konsultan jantung dan elektrofisiologis Jeremy Chow menjelaskan, ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan seseorang bisa mengalami kematian jantung mendadak atau sudden cardiac death (SCD). Berikut di antaranya.
1. Kelainan jantung kongenital
Kelainan jantung kongenital merupakan kondisi cacat pada jantung atau dikenal juga dengan kelainan bawaan. Kondisi ini sudah ada sejak seorang individu dilahirkan. Umumnya seseorang yang mengalami kelainan jantung kongenital tidak dapat hidup lama, kecuali mendapat tindakan operatif pada jantungnya.
2. Kelainan otot jantung
Kondisi ini bisa berupa hipertropi (pembesaran) otot jantung yang berakibat dari gagalnya jantung untuk berfungsi secara normal. Chow mengatakan, 80 persen SCD disebabkan oleh kondisi ini.
"Ini merupakan faktor genetik sehingga tidak ada yang bisa dilakukan untuk mencegahnya," ujar dokter dari Asian Heart & Vascular Centre, Gleneagles Medical Centre, Singapura, dalam sebuah wawancara Selasa (29/4/2014) di Jakarta.
3. Aritmia
Aritmia dikenal juga sebagai gangguan irama jantung. Kondisi ini disebabkan oleh permasalahan kelistrikan jantung. Saat terjadinya aritmia, detak jantung bisa terjadi sangat lambat bahkan berhenti. Inilah yang menyebabkan kematian.
4. Abnormalitas arteri jantung
Gangguan ini berupa adanya penyumbatan pada arteri ke jantung sehingga mengakibatkan fungsi jantung yang terganggu. Abnormalitas arteri juga bisa berarti kelainan pada letak maupun cabang dari arteri.
5. Infeksi atau inflamasi
Virus atau bakteri bisa menginfeksi organ-organ dalam tubuh manusia, termasuk jantung. Infeksi menyebabkan inflamasi atau peradangan di jantung yang memicunya tidak berfungsi dengan baik.
"Dengan memiliki salah satu faktor di atas, seseorang memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami SCD. Bahkan, di usia muda, di bawah 40 tahun, mereka bisa mengalaminya, terutama saat melakukan olahraga dengan intensitas tinggi dalam waktu panjang," ujar Chow.
Tak bergejala
Chow menegaskan, SCD berbeda dengan serangan jantung meskipun sama-sama menyebabkan jantung gagal berfungsi dan berujung pada kematian. SCD, kata dia, umumnya tidak bergejala, tidak seperti serangan jantung.
"Biasanya, saat mengalami serangan jantung, ada rasa nyeri di dada yang menjalar dan orang bisa bertahan beberapa waktu. Namun, pada SCD, kematian bisa langsung terjadi saat itu juga dan sayangnya tidak ada gejala," ujarnya.
Tak kalah menarik kunjungi juga : Equityworld Futures
Serangan jantung kebanyakan disebabkan oleh penyakit jantung yang berlangsung kronik dalam waktu lama. Misalnya, penumpukan plak di pembuluh darah yang mempersempit pembuluh darah bisa menyebabkan serangan jantung jika sudah tersumbat. Ini berbeda dengan SCD, yang kebanyakan faktor pemicunya merupakan bawaan atau faktor genetik.
Salah satu penyebab kematian mendadak pada atlet adalah berhentinya kerja jantung secara tiba-tiba. Kejadian tersebut dipicu oleh olahraga dengan intensitas tinggi yang dilakukan dalam waktu lama.
Dokter konsultan jantung dan elektrofisiologis Jeremy Chow menjelaskan, ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan seseorang bisa mengalami kematian jantung mendadak atau sudden cardiac death (SCD). Berikut di antaranya.
1. Kelainan jantung kongenital
Kelainan jantung kongenital merupakan kondisi cacat pada jantung atau dikenal juga dengan kelainan bawaan. Kondisi ini sudah ada sejak seorang individu dilahirkan. Umumnya seseorang yang mengalami kelainan jantung kongenital tidak dapat hidup lama, kecuali mendapat tindakan operatif pada jantungnya.
2. Kelainan otot jantung
Kondisi ini bisa berupa hipertropi (pembesaran) otot jantung yang berakibat dari gagalnya jantung untuk berfungsi secara normal. Chow mengatakan, 80 persen SCD disebabkan oleh kondisi ini.
"Ini merupakan faktor genetik sehingga tidak ada yang bisa dilakukan untuk mencegahnya," ujar dokter dari Asian Heart & Vascular Centre, Gleneagles Medical Centre, Singapura, dalam sebuah wawancara Selasa (29/4/2014) di Jakarta.
3. Aritmia
Aritmia dikenal juga sebagai gangguan irama jantung. Kondisi ini disebabkan oleh permasalahan kelistrikan jantung. Saat terjadinya aritmia, detak jantung bisa terjadi sangat lambat bahkan berhenti. Inilah yang menyebabkan kematian.
4. Abnormalitas arteri jantung
Gangguan ini berupa adanya penyumbatan pada arteri ke jantung sehingga mengakibatkan fungsi jantung yang terganggu. Abnormalitas arteri juga bisa berarti kelainan pada letak maupun cabang dari arteri.
5. Infeksi atau inflamasi
Virus atau bakteri bisa menginfeksi organ-organ dalam tubuh manusia, termasuk jantung. Infeksi menyebabkan inflamasi atau peradangan di jantung yang memicunya tidak berfungsi dengan baik.
"Dengan memiliki salah satu faktor di atas, seseorang memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami SCD. Bahkan, di usia muda, di bawah 40 tahun, mereka bisa mengalaminya, terutama saat melakukan olahraga dengan intensitas tinggi dalam waktu panjang," ujar Chow.
Tak bergejala
Chow menegaskan, SCD berbeda dengan serangan jantung meskipun sama-sama menyebabkan jantung gagal berfungsi dan berujung pada kematian. SCD, kata dia, umumnya tidak bergejala, tidak seperti serangan jantung.
"Biasanya, saat mengalami serangan jantung, ada rasa nyeri di dada yang menjalar dan orang bisa bertahan beberapa waktu. Namun, pada SCD, kematian bisa langsung terjadi saat itu juga dan sayangnya tidak ada gejala," ujarnya.
Tak kalah menarik kunjungi juga : Equityworld Futures
Serangan jantung kebanyakan disebabkan oleh penyakit jantung yang berlangsung kronik dalam waktu lama. Misalnya, penumpukan plak di pembuluh darah yang mempersempit pembuluh darah bisa menyebabkan serangan jantung jika sudah tersumbat. Ini berbeda dengan SCD, yang kebanyakan faktor pemicunya merupakan bawaan atau faktor genetik.
Senin, 16 Januari 2017
Ini bahaya yang perlu kamu tahu jika berdarah saat sikat gigi
Equity World | Ini bahaya yang perlu kamu tahu jika berdarah saat sikat gigi
Equity World | Hingga saat ini masih banyak yang menganggap bahwa gusi berdarah disebabkan oleh peradangan gusi. Namun ternyata gusi berdarah bisa menjadi pertanda akan adanya penyakit.
Dan berikut beberapa penyakit yang kemungkinan dialamimu jika mengalami kejadian berdarah saat menyikat gigi, disarikan dari sejumlah sumber.
1. Penyakit Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP).
Ini adalah penyakit kelainan autoimun spesifik yang memengaruhi jumlah trombosit atau platelet –yang berfungsi membantu bekuan darah. Oleh karena itu, penderita ITP akan mudah memar atau berdarah secara berlebihan pada gusi, hidung, air seni, usus dan lainnya.
Penderita ITP berat sebaiknya menghindari aktivitas fisik yang berisiko menyebabkan perdarahan atau memar, membatasi konsumsi alkohol, menghentikan pemakaian obat-obatan –seperti aspirin dan ibuprofen.
2. Leukimia.
Leukimia adalah penyakit kanker yang menyebabkan sel darah putih menjadi ganas, dan diproduksi secara berlebihan di dalam sumsum tulang. Sebanyak 25% kejadian leukimia pada anak memiliki gejala awal peradangan gusi atau gingivitis.
Masuknya sel-sel leukimia ke dalam gusi menyebabkan gusi meradang dan menurunkan kemampuannya untuk melawan infeksi, sehingga gusi menjadi mudah berdarah. Perdarahan akan berlanjut sampai beberapa menit, karena darah tidak membeku secara normal.
3. Hemofilia.
Darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal, dan berjalan lambat. Kondisi ini ditandai dengan perdarahan spontan yang berat serta nyeri sendi yang menahun. Hemofilia banyak terjadi pada laki-laki. Sedangkan wanita hanya menjadi pembawa sifat (carrier). Hemofilia ringan menyebabkan darah lama membeku setelah cabut gigi, operasi atau saat terkena trauma yang minimal.
4. Kelainan Faktor Pembeku Darah VII.
Kelainan ini menyebabkan fibrin bekuan darah tidak terbentuk dengan kuat, sehingga perdarahan sulit dan lama berhenti. Kelainannya bisa berupa kurangnya produksi faktor VII atau adanya penyebab yang mengganggu faktor VII. Faktor VII adalah protein yang diproduksi pada hati –memiliki peran penting dalam proses pembekuan darah.
Tak kalah menarik kunjungi juga : Equity World
5. Penyakit Von Willebrand.
Faktor Von Willebrand (VWF) adalah protein yang membantu platelet berkumpul dan membeku. Jika kadar VWF dalam darah rendah, platelet tidak akan berfungsi dengan normal sehingga memperpanjang masa perdarahan. Penyakit ini ditandai dengan mudah memar, perdarahan hidung, gusi dan menstruasi yang berlebihan.
Dan berikut beberapa penyakit yang kemungkinan dialamimu jika mengalami kejadian berdarah saat menyikat gigi, disarikan dari sejumlah sumber.
1. Penyakit Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP).
Ini adalah penyakit kelainan autoimun spesifik yang memengaruhi jumlah trombosit atau platelet –yang berfungsi membantu bekuan darah. Oleh karena itu, penderita ITP akan mudah memar atau berdarah secara berlebihan pada gusi, hidung, air seni, usus dan lainnya.
Penderita ITP berat sebaiknya menghindari aktivitas fisik yang berisiko menyebabkan perdarahan atau memar, membatasi konsumsi alkohol, menghentikan pemakaian obat-obatan –seperti aspirin dan ibuprofen.
2. Leukimia.
Leukimia adalah penyakit kanker yang menyebabkan sel darah putih menjadi ganas, dan diproduksi secara berlebihan di dalam sumsum tulang. Sebanyak 25% kejadian leukimia pada anak memiliki gejala awal peradangan gusi atau gingivitis.
Masuknya sel-sel leukimia ke dalam gusi menyebabkan gusi meradang dan menurunkan kemampuannya untuk melawan infeksi, sehingga gusi menjadi mudah berdarah. Perdarahan akan berlanjut sampai beberapa menit, karena darah tidak membeku secara normal.
3. Hemofilia.
Darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal, dan berjalan lambat. Kondisi ini ditandai dengan perdarahan spontan yang berat serta nyeri sendi yang menahun. Hemofilia banyak terjadi pada laki-laki. Sedangkan wanita hanya menjadi pembawa sifat (carrier). Hemofilia ringan menyebabkan darah lama membeku setelah cabut gigi, operasi atau saat terkena trauma yang minimal.
4. Kelainan Faktor Pembeku Darah VII.
Kelainan ini menyebabkan fibrin bekuan darah tidak terbentuk dengan kuat, sehingga perdarahan sulit dan lama berhenti. Kelainannya bisa berupa kurangnya produksi faktor VII atau adanya penyebab yang mengganggu faktor VII. Faktor VII adalah protein yang diproduksi pada hati –memiliki peran penting dalam proses pembekuan darah.
Tak kalah menarik kunjungi juga : Equity World
5. Penyakit Von Willebrand.
Faktor Von Willebrand (VWF) adalah protein yang membantu platelet berkumpul dan membeku. Jika kadar VWF dalam darah rendah, platelet tidak akan berfungsi dengan normal sehingga memperpanjang masa perdarahan. Penyakit ini ditandai dengan mudah memar, perdarahan hidung, gusi dan menstruasi yang berlebihan.
Langganan:
Postingan (Atom)